SISTEM ADMINISTRASI NEGARA INDONESIA
Penerapan Sistem Good
Governance pada Sektor Publik dan Privat
Oleh:
Aziz Kusuma Aji (F1B009098)
Aziz Kusuma Aji (F1B009098)
KEMENTERIAN
PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS
NEGERI JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS
ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JURUSAN
ILMU ADMINISTRATSI NEGARA
PURWOKERTO
2012
2012
BAB I
PENDAHULUAN
I. Pendahuluan
Globalisasi yang menyentuh berbagai bidang kehidupan
di seluruh wilayah pemerinahan negaramenuntut reformasi system perekonomian dan
pemerintahan termasuk birokrasinya sehingga memungkinkan interaksi perekonomian
anar daerah dan antar bangsa berlangsung lebih efisien. Wkunci keberhasilan
pembangunan perekonomian adalah daya saing, dan kunci daya saing adalah
efisiensi pelayanan, serta muu keepatan dan kepastian kebijakan publik. Dalam menghadapi
berbagai tantangan tersebut, salah satu prasyarat yang perlu dikembangkan
adalah komitmen yang tinggi untuk menerapkan prinsip good governance dalam penuangan
mewujudkan cita-cita dan tujuan bangsa bernegara, sebagaiman diamanatkan
dalam pembukaan UUD 1945.
Sejalan dengan komitmen nasional untuk melakukan
transformasi dan reformasi di segala bidang, dewasa ini di Indonesia dituntut
untuk dapat memebentuk kemitraan antara pemerintah dengan swasta dan masyarakat
madani secara nyata yang terlibat dalam berbagai upaya kolaborasi dalam
segala bidang, antara lain dalam penyusunan
peraturan perundang-undanmgan, pengendalian program pembangunan dan pelayanan public,
maupun dalam rangka pengelolaan bersama prasarana dan sarana publik antara
pemerintah, swasta, dan masyarakat. Pemerintah dewasa ini telah pada batas
kapasitasnya, dimana setiap penambahan beban baru penyelenggaraan pemerintahan,
maka hal ermaksud akan berarti mengurangi kemampuan dan kapasitas kinerja
pemerintah pada bidang yang lainnya.
Proses demokratisasi politik dan pemerintahan dewasa
ini tidak hanya menuntut profesionalisme dan kemampuan aparatur dalam pelayanan
publik, tetapi secara fundamental menuntut terwujudnya kepemerintahan yang
baik, bersih, dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (good governace and clean government)
II. Perumusan
Masalah
Dari pendahuluan diatas dapat ditarik perumusan masalah
yang akan dibahas yakni bagaimanakah konsep good
governance di sektor publik maupun swasta?
BAB II
PEMBAHASAN
I.
Konsepsi Good Governance (Kepemerintahan yang Baik)
Pemerintah atau government
dalam bahasa Indonesia berarti “Pengarahan dan administrasi yang berwenang
atas kegiatan orang-orang dalam sebuah negara, negara bagian, atau kota dan
sebagainya” bisa juga berarti lembaga atau badan yang menyelenggarakan
pemerintahan negara, negara bagian, atau kota dan sebagainya.
Sedangkan istilah kepemerintahan atau governance
mempunyai arti yaitu tindakan, fakta, pola, dan kegiaan atau penyelenggaraan
pemeritahan. Dengan demikian governance
adalah suatu kegiatan atau proses, sebagaimana dikemukakan oleh Kooiman (1993
dalam Sedarmayanti 2004) bahwa governance lebih merupakan serangkaian proses
interaksi sosial politik antara pemerintahan dengan masyarakat dalam berbagai
bidang yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat dan intervensi pemerintah
atas kepentingan-kepentingan tersebut.
United Nations Development Program (UNDP) dalam dokumen kebijakannya yang berjudul “Governance for sustainable human
development” (1997) mendefinisikan kepemerintahan adalah pelaksanaan
kewenangan/kekuasaan di bidang eonomi, politik dan administrative untuk
mengelola berbagai urusan negara pada setiap tingkatannya dan merupakan
instrument kebijakan negara untuk mendorong terciptanya kondisi keseahteraan
integritas, dan kohesivitas sosial dalam masyarakat. Berikutnya
secara konseptual pengertian kata baik (good)
dalam istilah kepemerintahan yang baik (good
governance) mengandung dua pemahaman:
Pertama, nilai yang menjunjung tinggi
keinginan/kehendak raktat, dan nili-nilai yang dapat meningkatkan kemampuan
raktyat dalam pencapaian tujuan (nasional) kemandirian, pembangunan
berkelanjutan dan keadilan sosial. Kedua, aspek fungsional dari pemerintah yang efektif
dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan tersebut (Sedarmayanti,
2004). Selanjutnya,
Lembaga Administrasi Negara mengemukakan bahwa good governance berorientasi pada:
Pertama, orientasi ideal negara yang diarahkan pada pencapaian tujuan
nasional; Kedua, pemerintahan yang berfungsi secara ideal, yaitu secara
efektif, efisien dalam melakukan upaya mencapai tujuan nasional. Orientasi
pertama megacu pada demokratisasi dalam kehidupan bernegara dengan
elemen-elemen konstituennya seperti: legitimasi, akuntabilitas, dan lain sebagainya. Sedangkan orientasi
kedua, tergantung pada sejauh mana pemerintah mempunyai kompetensi dan sejauhmana
struktur dan mekanisme politik dan administrative berfungsi secara efektif dan
efisien.
Lembaga Administrasi Negara (2000)
menyimpulkan bahwawujud good governance adalah penyelenggaraan negara yang
solid dan bertanggungjawab, serta efisien dan efektif, dengan menjaga
kesinergian interaksi yang konstruktif diantara domain-domain negara, sector
swasta dan masyarakat.
Selain itu Peraturan Pemerinah Nomor 101 tahun 2000, merumuskan arti
good governace adalah kepemerintahan yang mengemban akan adan menerapkan
prinsip-prinsip profesionalitas, akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima,
demokrasi, efisiensi, efektivitas, supremasi hokum dan dapat diterima oleh
seluruh masyarakat.
Dengan demikian terdapat unsur-unsur
dalam kepemerintahan yang dapat dikelompokan menjadi 3 kategori, yaitu:
1. Negara/Pemerintahan:
konsepsi
pemerintahan pada dasarnya adalah kegiatan kenegaraan, tetapi lebih jauh dari
itu melibatkan pula sector swasta dan kelembagaan masyarakat madani.
2. Sektor Swasta:
pelaku sector swasta mencakup perusahaan swasta yang aktif dalam interaksi
dalam system pasar.
3. Masyarakat
Madani: kelompok masyarakat dalam konteks kenegaraan pada dasarnya berada
diantara atau di tengah-tengah antara pemerintah dan perseoranagn, yang
mencakup baik perseorangan maupun kelompok masyarakat yang beribteraksi secara
sosial, politik, ekonomi.
II.
Penerapan Prinsip Good Governance pada Sektor
Publik
Prinsip yang melandasi perbedaan
antara konsepsi kepemerintahan yang tradisional adalah terletak pada adanya
tuntutan yang kuat agar peranan pemerintah dikurangi dan peranan masyarakat
(termasuk dunia usaha dan lembaga Swadaya Masyarakat/organisasi non pemerintah)
semakin ditingkatkan dan terbuka aksesnya. Berikut UNDP (1997)
mengungkapkan prinsipyang harus dianut dan dikembangkan dalam praktek
penyelenggaraan kepemerintahan yang baik, meliputi :
1) Partcipation
Semua warga negara
berhak terlibat dalam pengambilan keputusan, dibangun berdasarkan kebebasan
berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kapasitas untuk berpartisipasi
secara konstruktif
2)
Rule of law
Proses mewujudkan cita good governance harus diimbangi dengan
komitmen untuk penegakan hukum (gakkum), dengan karakter : (a) supremasi hukum,
(b) kepastian hukum, (c) hokum yang responsif, (d) penegak hukum yang konsisten
dan non-diskriminatif, dan (e) independensi peradilan.
3)
Tranparency
Keterbukaan dalam
penyelenggaraan pemerintahan. Untuk memberantas KKN diperlukan keterbukaan
dalam transaksi dan pengelolaan keuangan negara, serta pengelolaan
sektor-sektor publik.
4)
Responsiveness
Peka dan cepat tanggap
terhadap persoalan masyarakat. Pemerintah harus memiliki etik individual, dan
etik sosial. Dalam merumuskan kebijakan pembangunan sosial, pemerintah harus
memperhatikan karakteristik kultural, dan perlakuan yang humanis pada masyarakat
5)
Consensus orientation
Pengambilan keputusan
melalui musyawarah dan semaksimal mungkin berdasarkan kesepakatan bersama.
6)
Kesetaraan dan Keadilan
Kesamaan dalam perlakuan
dan pelayanan. Pemerintah harus memberikan kesempatan pelayanan dan perlakuan
yang sama dalam koridor kejujuran dan keadilan.
7)
Effectiveness and
efficiency
Berdaya guna dan
berhasil guna. Kriteria efektivitas diukur dengan parameter produk yang dapat
menjangkau sebesar-besarnya kepentingan masyarakat dari berbagai kelompok dan
lapisan sosial. Efisiensi diukur dengan rasionalitas biaya pembangunan untuk
memenuhi kebutuhan semua masyarakat. Pemerintah harus mampu menyusun
perencanaan yang sesuai dengan kebutuhan nyata masyayarakat, rasional, dan
terukur.
8)
Accountability
Pertanggungjawaban pejabat
publik terhadap masyarakat yang memberikan kewenangan mengurus kepentingannya.
Ada akuntabilitas vertikal (pemegang kekuasaan dengan rakyat; pemerintah dengan
warga negara; pejabat dengan pejabat di atasnya), dan akuntabilitas
horizontal (pemegang jabatan publik dengan lembaga setara; profesi
setara).
9)
Strategic vision
Pandangan strategis
untuk menghadapi masyarakat oleh pemimpin dan publik. Hal ini penting, karena
setiap bangsa perlu memiliki sensitivitas terhadap perubahan serta prediksi
perubahan ke depan akibat kemajuan teknologi, agar dapat merumuskan berbagai
kebijakan untuk mengatasi dan mengantisipasi permasalahan.
Berkaitan dengan hal
tersebut maka hedaknya prinsip good governance dapat diterapkan dibeseluruh
sektor dengan memperhatikan agenda kebijakan pemerintah untuk beberapa tahun
mendatang diarahkan pada :
1.
Stabilitas Moneter,
khususnya kurs dollar AS (USD) hingga mencapai tingkat wajar dan stabilitas
harga kebutuhan pokok pada tingkat yang terjangkau
2.
Penanganan dampak krisis
moneter khusus pengembangan proyek padat karya untuk mengatasi pengangguran,
percukupan kebutuhan pangan bagi yang kekurangan.
3.
Rekapitalisasi kecil,
menengah yang sebenarnya sehat & produktif
4.
Operasionalisasi langkah
reformasi meliputi kebijaksanaan moneter, sistem perbankan, kebijakan fiskal
dan anggaran serta penyelesaian hutang swasta dan restrukturisasi sektor riel.
5.
Melanjutkan langkah
menghadapi era globalisasi khususnya unutk meningkatkan ketahanan dan daya
saing ekonomi.
Dalam praktek good governance
perlu dikembangkan indikator keberhasilan pelaksanaan good governance.
Keberhasilan secara umum dapat dilihat dari indicator ekonomi makro atau
tujuan-tujuan pembangunan atau indikator quality of life yang dituju.
Untuk negara-negara terkena krisis, indikator recovery. Tetapi bias juga secara
sektoral (produksi tertentu), peningkatan eskpor, investasi, jaringan jalan,
tingkat dan penyebaran pendidikan).
Dan juga secara mikro
seperti laporan hasil audit suatu badan usaha. Tidak saja perusahaan tetapi
juga unit-unit birokrasi (misalnya dalam pelayanan). Misalnya Lembaga
Administrasi Negara telah mengembangkan Modul tentang Pengukuran Kinerja
Instansi Pemerintah dan Modul tentang Evaluasi Kinerja Instansi Pemerintah.
Pengembangan indicator keberhasilan atau kegagalan dilakukan antara lain
mengenai :
Pelayanan publik UU No.I/1995
1.
Koordinasi sector
public dan swasta (terutama dari keluhan sector swasta/masyarakat
2.
Pengelolaan usaha yang
memperhatikan dampak terhadap lingkungan ISO 14.000.
3.
ISO 9.000 Kendali
Mutu. Penilaian aspek manajemen tertentu.
4.
Sertifikasi dan
Standarisasi, juga suatu pengukuran / indikator kualitas produk.
5.
MRA Standard and Conformance. Adanya
kesepakatan aturan penilaian mutu produk antar negara.
6.
Audit Report,
NeracaUntung Rugi dan lain sebagainya bagi sesuatu badan usaha.
Beberapa manfaat utama diterapkannya konsep Good Governance adalah
sebagai berikut.
- Berkurangnya secara nyata
praktek KKN di birokrasi pemerintahan
- Terciptanya sistem kelembagaan
dan ketatalaksanaan pemerintahan yang bersih, efisien, efektif,
transparan, professional, dan akuntabel
- Terhapusnya peraturan
perundang-undangan dan tindakan yang bersifat diskriminatif terhadap warga
negara, kelompok atau golongan masyarakat
- Terjaminnya konsistensi dan kepastian hukum seluruh peraturan perundang-undangan baik ditingkat pusat maupun daerah
III. Penerapan Good Governance dalam Organisasi Kepemerintahan akan
Membantu Penerapan Good Corporate
Governance di Sektor Swasta
Kaitannya
penerapan prinsip good governance dengan
good corporate governance didasari
pada surat Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: KEP-117/M-MBU/2002
tentang Penerapan Praktik Good Corporate
Governance pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), maka ditetapkan bahwa Corporate Governance adalah suatu proses
dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan
usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam
jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan
nilai-nilai etika.
Stakeholder adalah
pihak-pihak yang memiliki kepentingan dengan BUMN, baik langsung maupun tidak
langsung yaitu Pemegang saham/ pemillik modal, komisaris/ dewan pengawas,
direksi dan karyawan serta pemerintah, kreditur dan pihak berkepentingan
lainnya.
Prinsip-prinsip
Good Corporate Governance dalam
pelaksanaannya, yaitu:
1.
transparansi;
2.
kemandirian;
3.
akuntabilitas;
4.
pertanggungjawaban,
dan
5.
kewajaran.
Penerapan
prinsip terasebut diharapkan dapat diimplentasikan dalam berbagai sektor dengan
penerapan pola interaksi dan kolaborasi antara pemerintah dengan swasta dan
masyarakat yang disebut kemitraan. Kemitraan antara pemerinath dengan swasta dan
masyarakat madani untuk melakukan transformasi dan reformasi di segala bidang
sudah mulai dilakukan namun belum sesuai dengan harapan. Sehingga dewasa ini,
terbentuknya Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang berfungsi mengawasi dan
mengendalikan jalannya pemerintahan dan pelayanan publik sebagai wujud dari
kemitraan.
Dari
sinilah muncul pemikiran baru yang mengarah kepada perubahan pola
penyelenggaraan pemerintah, yaitu dari pola tradisional atau konvensional
dengan melibatkan kolaborasi antara pemerintah dengan swasta dan masyarakat,
yang dikenal dengan pergeseran paradigma dari pemerintahan (government) menjadi kepemerintahan (governance).
Diharapkan
perubahan paradigma tersebut, akan memiliki dampak yang signifikan khususnya
dalam kepercayaan masyarakat akan kinerja dari pemerintah (good governance and clean government). Berkaitan dengan hal
tersebut, maka dapat diwujudkan dengan cara melakukan pembangunan kualitas
manusia sebagai pelaku good governance,
yaitu:
1. Pembangunan oleh
dan untuk masyarakat.
2. Pokok pikiran community information planning system, dapat
diwujudkan dengan “sharing” sumber
daya terutama sumber daya informasi yang dimiliki oleh pemerintah kepada
masyarakat.
3. Lembaga
legislative perlu berbagi informasi dengan masyarakat atas apa yang mereka
ketahui mengenai sumber daya potensial yang diperlukan birokrat kepada
masyarakat.
4. Birokrasi harus
menajlin kerjasama dengan rakyat.
5. Birokrasi
membuka dialog dengan masyarakat, untuk memperkuat interaksi yang lebih besar
antara birokrat dengan rakyat atau pejabat yang dipilih.
6. Nilai managemen
strategis, berupaya mengembangkan organisasi yang mampu beradaptasi dan
menanggapi tuntutan dengan lingkungannya.
Perwujudan “clean
and good governance” dengan manajemen penyelenggaraan pemerintah yang baik
dan handal, yakni manajemen yang kondusif, responsive dan adaptif perlu
didukung dengan penciptaan administrasi public yang mengandung unsur system
koperasi dan pendekatan pelayanan publik yang relevan bagi masyarakat, maka
menurut Nisjar (1997) hal yang dapat ditempuh adalah:
1. Kerangka kerja
tim (teamworks) antar organisasi,
departemen dan antar wilayah.
2. Hubungan kemitraan
(partnership) antara pemerintha
dengan setiap unsur dalam masyarakat negara yang bersangkutan tadi sekedar
kemitraan internal diantara jajaran instansi pemerintah saja.
3. Pemahaman dan
komitmen akan manfaat dan arti pentinya tanggungjawab bersama dan kerjasama (cooperation) dalam suatu keterpaduan
serta sinergisme dalam pencapaian tujuan.
4. Adanya dukungan
dan sistem kemampuan dan keberanian menanggung resiko (risk talking) dan berinisiatif, sepanjang hal ini secara realistic
dapat dikembangkan.
5. Adanya kepatuhan
dan ketaatan terhadap nilai-nilai internal (kode etik) administrasi publik,
juga terhadap nilai etika dan moralitas yang diakui dan dijunjung tinggi secara
bersama-sama dengan masyarakat yang dilayani.
6. Adanya pelayanan
administrasi public yang berorientasi kepada masyarakat yang dilayani, inklusi,
administrasi publik yang mudah dijangkau masyarakat dan bersifat bersahabat,
berdasarkan pemerataan yang berkeadilan dalam setiap tindakan dan layanan yang
diberikan kepada masyarakat, mencerminkan wajah pemerintah yang sebenarnya atau
tidak menerapkan standar ganda dalam menentukan kebijakan dan memberikan
pelayanan terhadap masyarakat berfokus pada kepentingan masyarakat dan bukannya
kepentingan internal organisasi pemerintah, bersikap professional dan bersikap
tidak memihak.
Tiga
pilar untuk menyokong konsepsi pemerintahan yang baik yaitu pemerintah, dunia
usaha atau sector swasta dan masyarakat madani sejalan dengan konsepsi dan
prinsip “Reinventing Government”
(David Osborne dan Ted Gaebler). Pemerintah hendaknya berperan sebagai katalis
di mana pemerintah hanya dibatasi pada peran “steering rather than rowing”.
Penyelenggaraan
kepemerintahan yang baik (good governance)
menghendaki adanya akuntabilitas, transparansi, ketebukaan dan rule of law. Sementara pemerintahan yang
bersih menurut terbebasnya praktek yang menyimpang (mal-administration) dari “etika administrasi negara”. Sedang
pemerintah yang berwibawa menuntut adanya ketundukan, ketaatan dan kepatuhan (compliance) rakyat terhadap undang-undang,
pemerintah dan kebijakan pemerintah.
Dapat
disimpulkan, pemerintah memainkan peranan sentral dalam membentuk frame work legal institusional dan
regulator di mana dalam frame work ini
“governance systems” dikembangkan.
Dengan penerapan good governance atau
kepemerintahan yang baik dalam organisasi kepemerintahan sudah dapat
dilaksanakan sesuai dengan apa yang seharusnya, maka secara otomatis hal
tersebut akan memudahkan pelaksanaan kegiatan disegala bidang, tak terkecuali
pula hal tersebut juga akan membantu penerapan good corporate governance di sektor swasta.
BAB III
PENUTUP
Krisis nasional yang dihadapi bangsa Indonesia di
penghujung abad 20 tidak lepas dari kegagalan dalam mengembangkan system
penyelenggaraan pemerintahan negara dan pembanngunan yang tidak mengindahkan
prinsip-prinsip good governance.
Perjuangan untuk melakukan reformasi di
segala bidang telah membuahkan dasar-dasar perubahan dibidang manajemen
pemerintahan. Berkaitan dengan hal tersebut pemerintah memainkan peran sentral
dalam membentuk framework institusional
dan regulator dimana dalam framework ini ‘good governance system’ dikembangkan. Tanpa adanya framework yang mendukung, ‘governance’ tidak dapat berjalan
maksimal. Terwujudnya penerapan good
governance dalam organisasi pemerintahan merupakan tuntutan bagi
terselenggaranya manajemen pemerintahan dan pembanggunan yang berdayaguna,
berhasil guna, dan bebas korupsi kolusi dan nepotisme.
Berkaitan dengan hal
tersebut diperlukan system akuntabilitas, system transparansi,
keterbukaan, dan aturan hukum yang baik
dan sesuai dengan harapan dan tuntutan kebutuhan pada seluruh jajaran aparatur negara. Dengan demikian, maka
wujud good governance adalah
penyelenggaraan pemerintahan negara yang solid dan bertanggung jawab, serta
efektif dan efisien, dengan menjaga kesinergisan interaksi yang konstruktif
diantara domain-domain negara, sektor
swasta dan masyarakat madani, diharapkan dapat segera tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
Sedarmayanti.2004.Good
Governance (Kepemerintahan yang Baik).Mandar Maju:Bandung.
Sumarto, Hetifah.2009.Inovasi, Partisipasi, dan Good Governance.Yayasan Obor
Indonesia:Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar