Minggu, 13 Januari 2013

Penerapan Sistem Good Governance pada Sektor Publik dan Privat

SISTEM ADMINISTRASI NEGARA INDONESIA
Penerapan Sistem Good Governance pada Sektor Publik dan Privat

Oleh:
Aziz Kusuma Aji (F1B009098)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS NEGERI JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JURUSAN ILMU ADMINISTRATSI NEGARA
PURWOKERTO
201
2



BAB I
PENDAHULUAN

I.     Pendahuluan
Globalisasi yang menyentuh berbagai bidang kehidupan di seluruh wilayah pemerinahan negaramenuntut reformasi system perekonomian dan pemerintahan termasuk birokrasinya sehingga memungkinkan interaksi perekonomian anar daerah dan antar bangsa berlangsung lebih efisien. Wkunci keberhasilan pembangunan perekonomian adalah daya saing, dan kunci daya saing adalah efisiensi pelayanan, serta muu keepatan dan kepastian kebijakan publik. Dalam menghadapi berbagai tantangan tersebut, salah satu prasyarat yang perlu dikembangkan adalah komitmen yang tinggi untuk menerapkan prinsip good governance dalam penuangan  mewujudkan cita-cita dan tujuan bangsa bernegara, sebagaiman diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945.
Sejalan dengan komitmen nasional untuk melakukan transformasi dan reformasi di segala bidang, dewasa ini di Indonesia dituntut untuk dapat memebentuk kemitraan antara pemerintah dengan swasta dan masyarakat madani secara nyata yang terlibat dalam berbagai upaya kolaborasi dalam segala  bidang, antara lain dalam penyusunan peraturan perundang-undanmgan, pengendalian program pembangunan dan pelayanan public, maupun dalam rangka pengelolaan bersama prasarana dan sarana publik antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Pemerintah dewasa ini telah pada batas kapasitasnya, dimana setiap penambahan beban baru penyelenggaraan pemerintahan, maka hal ermaksud akan berarti mengurangi kemampuan dan kapasitas kinerja pemerintah pada bidang yang lainnya.
Proses demokratisasi politik dan pemerintahan dewasa ini tidak hanya menuntut profesionalisme dan kemampuan aparatur dalam pelayanan publik, tetapi secara fundamental menuntut terwujudnya kepemerintahan yang baik, bersih, dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (good governace and clean government)

II.  Perumusan Masalah
Dari pendahuluan diatas dapat ditarik perumusan masalah yang akan dibahas yakni bagaimanakah konsep good governance di sektor publik maupun swasta?


BAB II
PEMBAHASAN

I.         Konsepsi Good Governance (Kepemerintahan yang Baik)
Pemerintah atau government dalam bahasa Indonesia berarti “Pengarahan dan administrasi yang berwenang atas kegiatan orang-orang dalam sebuah negara, negara bagian, atau kota dan sebagainya” bisa juga berarti lembaga atau badan yang menyelenggarakan pemerintahan negara, negara bagian, atau kota dan sebagainya.
Sedangkan istilah kepemerintahan atau governance mempunyai arti yaitu tindakan, fakta, pola, dan kegiaan atau penyelenggaraan pemeritahan. Dengan demikian governance adalah suatu kegiatan atau proses, sebagaimana dikemukakan oleh Kooiman (1993 dalam Sedarmayanti 2004) bahwa governance lebih merupakan serangkaian proses interaksi sosial politik antara pemerintahan dengan masyarakat dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat dan intervensi pemerintah atas kepentingan-kepentingan tersebut.
United Nations Development Program (UNDP) dalam dokumen kebijakannya yang berjudul “Governance for sustainable human development” (1997) mendefinisikan kepemerintahan adalah pelaksanaan kewenangan/kekuasaan di bidang eonomi, politik dan administrative untuk mengelola berbagai urusan negara pada setiap tingkatannya dan merupakan instrument kebijakan negara untuk mendorong terciptanya kondisi keseahteraan integritas, dan kohesivitas sosial dalam masyarakat. Berikutnya secara konseptual pengertian kata baik (good) dalam istilah kepemerintahan yang baik (good governance) mengandung dua pemahaman:
Pertama, nilai yang menjunjung tinggi keinginan/kehendak raktat, dan nili-nilai yang dapat meningkatkan kemampuan raktyat dalam pencapaian tujuan (nasional) kemandirian, pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial. Kedua, aspek fungsional dari pemerintah yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan tersebut (Sedarmayanti, 2004). Selanjutnya, Lembaga Administrasi Negara mengemukakan bahwa good governance berorientasi pada:
Pertama, orientasi ideal negara yang diarahkan pada pencapaian tujuan nasional; Kedua, pemerintahan yang berfungsi secara ideal, yaitu secara efektif, efisien dalam melakukan upaya mencapai tujuan nasional. Orientasi pertama megacu pada demokratisasi dalam kehidupan bernegara dengan elemen-elemen konstituennya seperti: legitimasi, akuntabilitas,  dan lain sebagainya. Sedangkan orientasi kedua, tergantung pada sejauh mana pemerintah mempunyai kompetensi dan sejauhmana struktur dan mekanisme politik dan administrative berfungsi secara efektif dan efisien.
            Lembaga Administrasi Negara (2000) menyimpulkan bahwawujud good governance adalah penyelenggaraan negara yang solid dan bertanggungjawab, serta efisien dan efektif, dengan menjaga kesinergian interaksi yang konstruktif diantara domain-domain negara, sector swasta dan masyarakat.
Selain itu Peraturan Pemerinah Nomor 101 tahun 2000, merumuskan arti good governace adalah kepemerintahan yang mengemban akan adan menerapkan prinsip-prinsip profesionalitas, akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima, demokrasi, efisiensi, efektivitas, supremasi hokum dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat.
            Dengan demikian terdapat unsur-unsur dalam kepemerintahan yang dapat dikelompokan menjadi 3 kategori, yaitu:
1. Negara/Pemerintahan: konsepsi pemerintahan pada dasarnya adalah kegiatan kenegaraan, tetapi lebih jauh dari itu melibatkan pula sector swasta dan kelembagaan masyarakat madani.
2. Sektor Swasta: pelaku sector swasta mencakup perusahaan swasta yang aktif dalam interaksi dalam system pasar.
3. Masyarakat Madani: kelompok masyarakat dalam konteks kenegaraan pada dasarnya berada diantara atau di tengah-tengah antara pemerintah dan perseoranagn, yang mencakup baik perseorangan maupun kelompok masyarakat yang beribteraksi secara sosial, politik, ekonomi.

II.   Penerapan Prinsip Good Governance pada Sektor  Publik
            Prinsip yang melandasi perbedaan antara konsepsi kepemerintahan yang tradisional adalah terletak pada adanya tuntutan yang kuat agar peranan pemerintah dikurangi dan peranan masyarakat (termasuk dunia usaha dan lembaga Swadaya Masyarakat/organisasi non pemerintah) semakin ditingkatkan dan terbuka aksesnya. Berikut UNDP (1997) mengungkapkan prinsipyang harus dianut dan dikembangkan dalam praktek penyelenggaraan kepemerintahan yang baik, meliputi :
1)   Partcipation
Semua warga negara berhak terlibat dalam pengambilan keputusan, dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif
2)   Rule of law
Proses mewujudkan cita good governance harus diimbangi dengan komitmen untuk penegakan hukum (gakkum), dengan karakter : (a) supremasi hukum, (b) kepastian hukum, (c) hokum yang responsif, (d) penegak hukum yang konsisten dan non-diskriminatif, dan (e) independensi peradilan.
3)   Tranparency
Keterbukaan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Untuk memberantas KKN diperlukan keterbukaan dalam transaksi dan pengelolaan keuangan negara, serta pengelolaan sektor-sektor publik.
4)   Responsiveness
Peka dan cepat tanggap terhadap persoalan masyarakat. Pemerintah harus memiliki etik individual, dan etik sosial. Dalam merumuskan kebijakan pembangunan sosial, pemerintah harus memperhatikan karakteristik kultural, dan perlakuan yang humanis pada masyarakat
5)   Consensus orientation
Pengambilan keputusan melalui musyawarah dan semaksimal mungkin berdasarkan kesepakatan bersama.
6)   Kesetaraan dan Keadilan
Kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan. Pemerintah harus memberikan kesempatan pelayanan dan perlakuan yang sama dalam koridor kejujuran dan keadilan.
7)   Effectiveness and efficiency
Berdaya guna dan berhasil guna. Kriteria efektivitas diukur dengan parameter produk yang dapat menjangkau sebesar-besarnya kepentingan masyarakat dari berbagai kelompok dan lapisan sosial. Efisiensi diukur dengan rasionalitas biaya pembangunan untuk memenuhi kebutuhan semua masyarakat. Pemerintah harus mampu menyusun perencanaan yang sesuai dengan kebutuhan nyata masyayarakat, rasional, dan terukur. 
8)   Accountability
Pertanggungjawaban pejabat publik terhadap masyarakat yang memberikan kewenangan mengurus kepentingannya. Ada akuntabilitas vertikal (pemegang kekuasaan dengan rakyat; pemerintah dengan warga negara; pejabat dengan pejabat di atasnya), dan akuntabilitas  horizontal (pemegang jabatan publik dengan  lembaga setara; profesi setara).
9)   Strategic vision
Pandangan strategis untuk menghadapi masyarakat oleh pemimpin dan publik. Hal ini penting, karena setiap bangsa perlu memiliki sensitivitas terhadap perubahan serta prediksi perubahan ke depan akibat kemajuan teknologi, agar dapat merumuskan berbagai kebijakan untuk mengatasi dan mengantisipasi permasalahan.
Berkaitan dengan hal tersebut maka hedaknya prinsip good governance dapat diterapkan dibeseluruh sektor dengan memperhatikan agenda kebijakan pemerintah untuk beberapa tahun mendatang diarahkan pada :
1.      Stabilitas Moneter, khususnya kurs dollar AS (USD) hingga mencapai tingkat wajar dan stabilitas harga kebutuhan pokok pada tingkat yang terjangkau
2.      Penanganan dampak krisis moneter khusus pengembangan proyek padat karya untuk mengatasi pengangguran, percukupan kebutuhan pangan bagi yang kekurangan.
3.      Rekapitalisasi kecil, menengah yang sebenarnya sehat & produktif
4.      Operasionalisasi langkah reformasi meliputi kebijaksanaan moneter, sistem perbankan, kebijakan fiskal dan anggaran serta penyelesaian hutang swasta dan restrukturisasi sektor riel.
5.      Melanjutkan langkah menghadapi era globalisasi khususnya unutk meningkatkan ketahanan dan daya saing ekonomi.
Dalam praktek good governance perlu dikembangkan indikator keberhasilan pelaksanaan good governance. Keberhasilan secara umum dapat dilihat dari indicator ekonomi makro atau tujuan-tujuan pembangunan atau indikator quality of life yang dituju. Untuk negara-negara terkena krisis, indikator recovery. Tetapi bias juga secara sektoral (produksi tertentu), peningkatan eskpor, investasi, jaringan jalan, tingkat dan penyebaran pendidikan).
Dan juga secara mikro seperti laporan hasil audit suatu badan usaha. Tidak saja perusahaan tetapi juga unit-unit birokrasi (misalnya dalam pelayanan). Misalnya Lembaga Administrasi Negara telah mengembangkan Modul tentang Pengukuran Kinerja Instansi Pemerintah dan Modul tentang Evaluasi Kinerja Instansi Pemerintah. Pengembangan indicator keberhasilan atau kegagalan dilakukan antara lain mengenai :
 Pelayanan publik UU No.I/1995
1.      Koordinasi sector public dan swasta (terutama dari keluhan sector swasta/masyarakat
2.       Pengelolaan usaha yang memperhatikan dampak terhadap lingkungan ISO 14.000.
3.      ISO 9.000 Kendali Mutu. Penilaian aspek manajemen tertentu.
4.      Sertifikasi dan Standarisasi, juga suatu pengukuran / indikator kualitas produk.
5.      MRA Standard and Conformance. Adanya kesepakatan aturan penilaian mutu produk antar negara.
6.      Audit Report, NeracaUntung Rugi dan lain sebagainya bagi sesuatu badan usaha.

Beberapa manfaat utama diterapkannya konsep Good Governance adalah sebagai berikut.
  1. Berkurangnya secara nyata praktek KKN di birokrasi pemerintahan
  2. Terciptanya sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan pemerintahan yang bersih, efisien, efektif, transparan, professional, dan akuntabel
  3. Terhapusnya peraturan perundang-undangan dan tindakan yang bersifat diskriminatif terhadap warga negara, kelompok atau golongan masyarakat
  4. Terjaminnya konsistensi dan kepastian hukum seluruh peraturan perundang-undangan baik ditingkat pusat maupun daerah
III. Penerapan Good Governance dalam Organisasi Kepemerintahan akan Membantu Penerapan Good Corporate Governance di Sektor Swasta
Kaitannya penerapan prinsip good governance dengan good corporate governance didasari pada surat Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: KEP-117/M-MBU/2002 tentang Penerapan Praktik Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), maka ditetapkan bahwa Corporate Governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika.
Stakeholder adalah pihak-pihak yang memiliki kepentingan dengan BUMN, baik langsung maupun tidak langsung yaitu Pemegang saham/ pemillik modal, komisaris/ dewan pengawas, direksi dan karyawan serta pemerintah, kreditur dan pihak berkepentingan lainnya.
Prinsip-prinsip Good Corporate Governance dalam pelaksanaannya, yaitu:
1.        transparansi;
2.        kemandirian;
3.        akuntabilitas;
4.        pertanggungjawaban, dan
5.        kewajaran.
Penerapan prinsip terasebut diharapkan dapat diimplentasikan dalam berbagai sektor dengan penerapan pola interaksi dan kolaborasi antara pemerintah dengan swasta dan masyarakat yang disebut kemitraan. Kemitraan antara pemerinath dengan swasta dan masyarakat madani untuk melakukan transformasi dan reformasi di segala bidang sudah mulai dilakukan namun belum sesuai dengan harapan. Sehingga dewasa ini, terbentuknya Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang berfungsi mengawasi dan mengendalikan jalannya pemerintahan dan pelayanan publik sebagai wujud dari kemitraan.
Dari sinilah muncul pemikiran baru yang mengarah kepada perubahan pola penyelenggaraan pemerintah, yaitu dari pola tradisional atau konvensional dengan melibatkan kolaborasi antara pemerintah dengan swasta dan masyarakat, yang dikenal dengan pergeseran paradigma dari pemerintahan (government) menjadi kepemerintahan (governance).
Diharapkan perubahan paradigma tersebut, akan memiliki dampak yang signifikan khususnya dalam kepercayaan masyarakat akan kinerja dari pemerintah (good governance and clean government). Berkaitan dengan hal tersebut, maka dapat diwujudkan dengan cara melakukan pembangunan kualitas manusia sebagai pelaku good governance, yaitu:
1. Pembangunan oleh dan untuk masyarakat.
2. Pokok pikiran community information planning system, dapat diwujudkan dengan “sharing” sumber daya terutama sumber daya informasi yang dimiliki oleh pemerintah kepada masyarakat.
3. Lembaga legislative perlu berbagi informasi dengan masyarakat atas apa yang mereka ketahui mengenai sumber daya potensial yang diperlukan birokrat kepada masyarakat.
4. Birokrasi harus menajlin kerjasama dengan rakyat.
5. Birokrasi membuka dialog dengan masyarakat, untuk memperkuat interaksi yang lebih besar antara birokrat dengan rakyat atau pejabat yang dipilih.
6. Nilai managemen strategis, berupaya mengembangkan organisasi yang mampu beradaptasi dan menanggapi tuntutan dengan lingkungannya.
Perwujudan “clean and good governance” dengan manajemen penyelenggaraan pemerintah yang baik dan handal, yakni manajemen yang kondusif, responsive dan adaptif perlu didukung dengan penciptaan administrasi public yang mengandung unsur system koperasi dan pendekatan pelayanan publik yang relevan bagi masyarakat, maka menurut Nisjar (1997) hal yang dapat ditempuh adalah:
1. Kerangka kerja tim (teamworks) antar organisasi, departemen dan antar wilayah.
2. Hubungan kemitraan (partnership) antara pemerintha dengan setiap unsur dalam masyarakat negara yang bersangkutan tadi sekedar kemitraan internal diantara jajaran instansi pemerintah saja.
3. Pemahaman dan komitmen akan manfaat dan arti pentinya tanggungjawab bersama dan kerjasama (cooperation) dalam suatu keterpaduan serta sinergisme dalam pencapaian tujuan.
4. Adanya dukungan dan sistem kemampuan dan keberanian menanggung resiko (risk talking) dan berinisiatif, sepanjang hal ini secara realistic dapat dikembangkan.
5. Adanya kepatuhan dan ketaatan terhadap nilai-nilai internal (kode etik) administrasi publik, juga terhadap nilai etika dan moralitas yang diakui dan dijunjung tinggi secara bersama-sama dengan masyarakat yang dilayani.
6. Adanya pelayanan administrasi public yang berorientasi kepada masyarakat yang dilayani, inklusi, administrasi publik yang mudah dijangkau masyarakat dan bersifat bersahabat, berdasarkan pemerataan yang berkeadilan dalam setiap tindakan dan layanan yang diberikan kepada masyarakat, mencerminkan wajah pemerintah yang sebenarnya atau tidak menerapkan standar ganda dalam menentukan kebijakan dan memberikan pelayanan terhadap masyarakat berfokus pada kepentingan masyarakat dan bukannya kepentingan internal organisasi pemerintah, bersikap professional dan bersikap tidak memihak.  

Tiga pilar untuk menyokong konsepsi pemerintahan yang baik yaitu pemerintah, dunia usaha atau sector swasta dan masyarakat madani sejalan dengan konsepsi dan prinsip “Reinventing Government” (David Osborne dan Ted Gaebler). Pemerintah hendaknya berperan sebagai katalis di mana pemerintah hanya dibatasi pada peran “steering rather than rowing”.
Penyelenggaraan kepemerintahan yang baik (good governance) menghendaki adanya akuntabilitas, transparansi, ketebukaan dan rule of law. Sementara pemerintahan yang bersih menurut terbebasnya praktek yang menyimpang (mal-administration) dari “etika administrasi negara”. Sedang pemerintah yang berwibawa menuntut adanya ketundukan, ketaatan dan kepatuhan (compliance) rakyat terhadap undang-undang, pemerintah dan kebijakan pemerintah.
Dapat disimpulkan, pemerintah memainkan peranan sentral dalam membentuk frame work legal institusional dan regulator di mana dalam frame work ini “governance systems” dikembangkan. Dengan penerapan good governance atau kepemerintahan yang baik dalam organisasi kepemerintahan sudah dapat dilaksanakan sesuai dengan apa yang seharusnya, maka secara otomatis hal tersebut akan memudahkan pelaksanaan kegiatan disegala bidang, tak terkecuali pula hal tersebut juga akan membantu penerapan good corporate governance di sektor swasta. 


BAB III
PENUTUP
Krisis nasional yang dihadapi bangsa Indonesia di penghujung abad 20 tidak lepas dari kegagalan dalam mengembangkan system penyelenggaraan pemerintahan negara dan pembanngunan yang tidak mengindahkan prinsip-prinsip good governance. Perjuangan untuk melakukan reformasi  di segala bidang telah membuahkan dasar-dasar perubahan dibidang manajemen pemerintahan. Berkaitan dengan hal tersebut pemerintah memainkan peran sentral dalam membentuk framework institusional dan regulator dimana dalam framework ini ‘good governance system’ dikembangkan. Tanpa adanya framework yang mendukung, ‘governance’ tidak dapat berjalan maksimal. Terwujudnya penerapan good governance dalam organisasi pemerintahan merupakan tuntutan bagi terselenggaranya manajemen pemerintahan dan pembanggunan yang berdayaguna, berhasil guna, dan bebas korupsi kolusi dan nepotisme.
Berkaitan dengan hal  tersebut diperlukan system akuntabilitas, system transparansi, keterbukaan, dan aturan hukum yang  baik dan sesuai dengan harapan dan tuntutan kebutuhan pada seluruh jajaran  aparatur negara. Dengan demikian, maka wujud good governance adalah penyelenggaraan pemerintahan negara yang solid dan bertanggung jawab, serta efektif dan efisien, dengan menjaga kesinergisan interaksi yang konstruktif diantara domain-domain negara, sektor swasta dan masyarakat madani, diharapkan dapat segera tercapai.


DAFTAR PUSTAKA
Sedarmayanti.2004.Good Governance (Kepemerintahan yang Baik).Mandar Maju:Bandung.
Sumarto, Hetifah.2009.Inovasi, Partisipasi, dan Good Governance.Yayasan Obor Indonesia:Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar