Senin, 25 Juni 2012

Pengawasan Pembangunan


A.     Latar Belakang Permasalahan
Laporan pertanggungjawaban Bupati adalah merupakan tanggung jawab penyelenggaraan seorang Kepala Daerah kepeda rakyatnya, hanya dalam pelaksanaan pertanggungjawabanya didepan legislatif. Laporan pertanggungjawaban Bupati Kabupaten X tahun 2009 ternyata menimbulkan banyak pertanyaan dari anggota legislatif, hal ini dikarenakan banyaknya ketidak sesuaian antara rencana/ program yang disepakati bersama dengan realisasi program.
            Berbagai alasan disampaikan oleh Bupati diantaranya sebagian dana dialokasikan pada pelebaran jalan Mahadewa yang menelan anggaran sangat banyak. Fokus pertanggung jawaban ini pada satu bidang yaitu pembangunan pelebaran jalan Mahadewa yang dalam realisasinya jauh melebihi target program yaitu Rp 1.500.000.000,00, yang ternyata belum ada dalam rencana anggaran pemerintah daerah.

B.     Analisis Permasalahan dengan Teori
1.      Kajian Tugas, Wewenang Kepala Daerah dan DPRD
Pada Pasal 25 UU (Undang-Undang) Nomor 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa Kepala Daerah mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut.
a.  Memimpin penyelenggaraan pemerintah daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD (Dewan perwakilan Rakyat Daerah)
b.    Mengajukan rancangan Perda (Peraturan Daerah)
c.    Menetapkan perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD
d.   Menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD (Anggaran Perencanaan Belanja Daerah) kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama
e.    Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah
f.  Mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan
g.  Melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
     Seperti yang dipaparkan dalam pasal 25 UU Nomor 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa Kepala Daerah mempunyai tugas dan wewenang menyusun, mengajukan dan menetapkan APBD. Akan tetapi itu tidak bisa dilakukan sewenang-wenang oleh Kepala Daerah, akan tetapi dilakukan bersama dengan persetujuan DPRD.

DPRD mempunyai tugas dan wewenang yang diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 62 dan 78, yaitu:
a.    Membentuk Perda yang dibahas dengan Kepala Daerah untuk mendapat persetujuan Bersama
b.    Menetapkan APBD bersama dengan Kepala Daerah
c.  Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda, peraturan perundang-undangan lainnya, Keputusan Kepala Daerah, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerjasama internasional di daerah
d.     Mengusulkan Pengangkatan dan pemberhentian Kepala Dearah/ Wakil Kepala Daerah kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi DPRD Provinsi, dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi DPRD kabupaten/ kota
e.     Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian internasional yang menyangkut kepentingan daerah
f.       Meminta laporan keterangan pertanggung jawaban Kepala Daerah dalam pelaksanaan tugas desentralisasi.
Dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 62 dan 78, menunjukan bahwa DPRD juga mempunyai peran dalam pembentukan, penetapan dan pengawasan APBD. Pengawasan terkait keputusan kepala daerah dan kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah.  Serta meminta laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah dalam pelaksanaan tugas desentralisasi. Hal ini berarti DPRD mempunyai peran penting dan strategis dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah terkait perencanaan dan pengawasan anggaran daerah.

Sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah, DPRD mempunyai peran untuk membuat kebijakan berupa pengaturan dalam bentuk peraturan daerah (fungsi legislasi atau fungsi pengaturan), fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan politik. Sebagai wakil rakyat, DPRD mempunyai fungsi mewakili kepentingan masyarakat apabila berhadapan dengan pihak eksekutif maupun pihak supra daerah, serta fungsi advokasi yaitu melakukan agregasi aspirasi masyarakat.
2.      Aspek Hubungan Kerja antara Kepala Daerah dan DPRD
Ada beberapa prinsip dasar dalam hubungan kerja antara Kepala Daerah dan DPRD, yaitu bahwa kebijakan mengenai uang, orang, barang, dan tata ruang harus dibicarakan antara Kepala Daerah dengan DPRD sebagai wakil rakyat. Sekurang-kurangnya ada enam aspek hubungan antara Kepala Daerah dan DPRD yang secara nyata terjadi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, yaitu:
a.      Penyusunan kebijakan daerah
b.      Penyusunan APBD (Anggaran Pendapatan Belanja Daerah)
c.       Kebijakan strategis kepegawaian
d.      Kebijakan strategis pengelolaan barang
e.      Laporan keterangan pertanggungjawaban
f.        Kebijakan pengawasan pelaksanaan peraturan perundang-undangan dan anggaran
Dari permasalahan yang terjadi di kabupaten X, berkaitan dengan penyusunan APBD, laporan keterangan pertanggungjawaban, dan kebijakan pengawasan pelaksanaan anggaran.
a)      Hubungan dalam Perumusan Anggaran Daerah
Ada 3 kebijakan rutin dalam perumusan anggaran daerah yang perlu dibahas bersama antara Kepala Daerah dan DPRD, yaitu:
-          Perda APBD
-          Perda Perhitungan APBD
-          Perda Perubahan APBD.

Di luar yang rutin tersebut masih perlu disusun Perda tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sesuai peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya. Kebijakan lainnya dalam perumusan anggaran daerah adalah mengenai penggunaan anggaran untuk keadaan mendesak dan keadaan darurat yang mungkin belum tersedia dalam APBD.
Dalam hubungan kewenangan berkaitan dengan APBD, DPRD memiliki ‘senjata pamungkas’, berupa penolakan pembahasan terhadap rancangan APBD yang diajukan oleh Kepala Daerah apabila terdapat perbedaan yang sangat prinsipil antara lain KUA (Kebijakan Umum APBD) yang telah disepakati sebelumnya ternyata tidak dijabarkan secara tepat, ataupun karena perhitungan anggaran tahun sebelumnya belum selesai sehingga mengganggu prognosa kekuatan keuangan daerah.
Gambar 1.1 Proses Penyusunan APBD (PP No. 58/ 2005)




Prinsip-prinsip hubungan kerja dalam bidang pembuatan kebijakan keuangan daerah antara lain sebagai berikut:
-          Prinsip Keterbukaan
-          Prinsip mengutamakan kepentingan rakyat sebagai pemilik kedaulatan
-          Prinsip tanggung jawab dan tanggung gugat
b)      Hubungan dalam Pengawasan dan Politik Daerah
Salah satu fungsi penting DPRD dalam penyelenggaraan pemerintahan adalah fungsi pengawasan, yang seringkali kurang memperoleh perhatian. Fungsi pengawasan DPRD lebih bersifat pengawasan politik dan kebijakan, bukan pengawasan teknis fungsional, karena fungsi tersebut dijalankan oleh instansi-instansi pengawasan fungsional seperti Itjen (Inspektorat Jenderal), BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), Bawasda (Badan Pengawas Keuangan Daerah), BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan).
3.      Analisis permasalahan
Permasalan yang terjadi di kabupaten X tentu sudah jelas, bahwa Kepala Daerah melakukan pelanggaran peraturan perundang-undangan  terkait penyusunan, penetapkan, dan realisasi APBD seperti dalam UU nomor 32 tahun 2004. Karena Kepala daerah merealisasikan anggaran daerah yang tidak ada dalam APBD. Ini menunjukan Kepala Daerah menyalahgunakan wewenangnya dalam penetapan APBD tanpa pertimbangan dan persetujuan dari DPRD. Kepala daerah juga terindikasi melakukan  korupsi anggaran daerah, karena menggunakan anggaran daerah tidak sesuai dengan APBD.
C.      Penyebab Permasalahan
Permasalahan yang terjadi di kabupaten X dikarenakan beberapa hal sebagai berikut:
1. Kurangnya kompetensi dan tanggung jawab Kepala Daerah terhadap tugas dan wewenangnya seperti dalam Pasal 25 UU Nomor 32 Tahun 2004.
2.   Penyalahgunaan wewenang oleh Kepala Daerah penyusunan, penetapkan, dan realisasi APBD.
3.      Kurangnya kompetensi dalam penggunaan Diskresi Jabatan Kepala Daerah
4.      Pengawasan yang buruk dalam realisasi APBD terkait penggunaan anggaran daerah
Permasalahan di kabupaten X terjadi karena Kepala Daerah sewenang-wenang dalam mengalokasikan anggaran daerah pada program yang tidak ada dalam APBD. Perubahan anggaran dapat dilakukan sepanjang memenuhi kriteria kriteria perubahan APBD, seperti:
a.      Perkembangan yang tidak sesuai dengan Kebijakan Umum APBD (KUA), yaitu:
-          Perubahan asumsi ekonomi makro terhadap kemampuan fiskal daerah
-          Pelampauan atau tidak tercapainya proyeksi pendapatan daerah
-          Faktor yang menyebabkan terjadinya peningkatan belanja daerah
-          Kebijakan pembiayaan yang harus dilakukan perubahan APBD
b.      Penggunaan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya, antara lain untuk:
-        Membayar bunga, pokok utang, dan atau obligasi
-        Mendanai gaji dan tunjangan PNS (Pegawai Negeri Sipil)
-        Mendanai kegiatan lanjutan (DPA-L)
-       Mendanai program dan kegiatan baru dengan kriteria harus diselesaikan sampai dengan batas akhir penyelesaian pembayaran dalam tahunanggaran berjalan
-    Mendanai kegiatan yang capaian target kinerjanya itingkatkan dari yang telah ditetapkan semula dalam DPA-SKPD tahun anggaran berjalan yang dapat diselesaikan sampai dengan batas akhir penyelesaian pembayaran dalam tahun anggaran berjalan.
c.       Keadaan darurat
Keadaan darurat yang di maksud adalah suatu kondisi yang sekurang-kurangnya memenuhi kriteria yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 pasal 81 ayat 3, yaitu:
-          Bukan merupakan kegiatan normal aktivitas pemerintah daerah dan tidak dapat diprediksi sebelumnya
-          Tidak diharapkan terjadi secara berulang
-          Berada di luar kendali dan pengaruh pemerintah daerah
-          Memiliki dampak yang signifikan terhadap anggaran dalam rangka pemulihan yang disebabkan oleh keadaan yang darurat


D.     Analisis Fungsi Pengawasaan
Pada dasarnya pengawasan fungsional dilakukan secara bergantian oleh beberapa instansi, yaitu:
-          Itjen (Inspektorat Jenderal)
-          Bawasda (Badan Pengawas Keuangan Daerah)
-          BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan)
-          BPK (Badan Pemeriksa Keuangan).
Salah satu fungsi penting DPRD dalam penyelenggaraan pemerintahan adalah fungsi pengawasan, yang seringkali kurang memperoleh perhatian. Fungsi pengawasan DPRD lebih bersifat pengawasan politik dan kebijakan, bukan pengawasan teknis fungsional seperti yang dijalankan oleh instansi-instansi pengawasan fungsional diatas.
DPRD mempunyai tugas dan wewenang yang diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 62 dan 78, salah satunya adalah melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda, peraturan perundang-undangan lainnya, Keputusan Kepala Daerah, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerjasama internasional di daerah. Tugas dan wewenang tersebut, berimplikasi pada hubungan kerja antara DPRD dengan Kepala Daerah, terkait kebijakan pengawasan pelaksanaan peraturan perundang-undangan dan anggaran.
Akan tetapi dalam kenyataannya Pengawasan yang dilakukan oleh DPRD terhadap Kepala Daerah terkait realisasi anggaran dalam APBD tidak optimal. Ini dikarenakan budaya di indonesia yang Kepala Daerah cenderung mengintervensi DPRD.
Karena pada dasarnya tidak ada seorangpun Kepala Daerah yang menginginkan peranan DPRD lebih menonjol sehingga mengendalikan dirinya. Intervensi yang dimaksud juga dikarenakan berbagai berbagai faktor dan hal seperti:
1.      Keterbatasan anggaran, karena anggaran DPRD ditentukan oleh Kepala Daerah
2.      Keterbatasan kualitas sumber daya manusia, karena anggota DPRD berasal dari berbagai latar belakang keilmuan, pengalaman, dan keanggotaan yang bersifat temporer (Hanya Lima Tahunan)
3.  Sekretariat DPRD juga bermasalah karena dari aspek kepegawaian dikendalikan oleh Kepala Daerah
4.      Iklim politik yang selama ini menonjolkan peranan eksekutif.
Karena intervensi dari Kepala Daerah tersebut, menyebabkan DPRD tidak bisa melaksanakan tugas dan wewenangnya sebagai pengawas anggaran daerah dengan optimal. Selain karena intervensi dari Kepala Daerah terhadap DPRD, pengawasan kurang berjalan dengan baik juga dikarenakan konflik yang terjadi antara Kepala Daerah dengan DPRD dalam bidang pengawasan. Konflik dalam bidang pengawasan tersebut, disebabkan oleh beberapa hal antara lain:
-     Pihak eksekutif bersifat tertutup dalam permintaan data dan informasi yang dibutuhkan oleh DPRD, sehingga menimbulkan kecurigaan
-       Kepala daerah sama sekali tidak menindaklanjuti berbagai rekomendasi hasil pengawasan yang dilakukan DPRD, sehingga DPRD merasa tidak dihargai.
Dari internal DPRD sendiri juga terdapat Hambatan dalam Melaksanakan Fungsi Pengawasan, diantaranya seperti:
·         Belum tersusunnya agenda pengawasan DPRD
·         Belum adanya Standar, Sistem, dan Prosedur baku pengawasan DPRD
Realisasi anggaran yang tidak sesuai dengan APBD di kabupaten X juga terjadi karena belum optimalnya partisipasi masyarakat dalam pengawasan. Yang seharusnya masyarakat aktif berpartisipasi dalam pengawasan anggaran daerah melalui DPRD, untuk menanggulangani penyelewengan anggaran, belumlah terlaksana.
E.      Kajian Perencanaan
Dalam menyusun anggaran daerah (APBD), langkah penting yang harus dilakukan adalah memperhatikan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan daerah disikapi sebagai satu kesatuan dalam sistem perencanaan nasional yaitu Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJP-D), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJM-D), dan Rencana Pembangunan Jangka Pendek yang sering disebut Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKP-D).
Dalam sinkronisasi perencanaan pembangunan dan penganggaran harus menjamin adanya keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan dan evaluasi serta pengendaliannya.
Permasalahan perencanaan yang terjadi di kabupaten X, pada dasarnya dari pihak Kepala daerah kurang memperhatikan dan mentaati peraturan dalam:
-          Kebijakan Umum APBD (KUA)
KUA merupakan sasaran dan kebijakan pemerintah dalam satu tahun anggaran yang menjadi petunjuk dan ketentuan umum yang disepakati sebagai pedoman penyusunan Rencana APBD dan Rencana Perubahan APBD.
-          Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS).
PPAS merupakan Program prioritas dan patokan batas maksimal anggaran yang diberikan kepada SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) untuk setiap program dan kegiatan sebagai acuan dalam menyusun RKA-SKPD. PPAS setelah disepakati oleh DPRD, dimuat dalam nota kesepakatan antara Kepala Daerah dengan Pimpinan DPRD.

F.      Solusi Permasalahan
Dalam mengevaluasi pencapaian tujuan APBD secara khusus, terdapat 2 tujuan, yaitu:
-          Optimalisasi pendapatan daerah
-          Menjaga alokasi belanja yang efektif dan efisien.
Tujuan ini dicapai dengan meminimalkan resiko-resiko penyimpangan yang ada, baik pada sisi penerimaan, maupun pada sisi belanja daerah.
Dan untuk mencapai tujuan itu, diperlukan upaya-upaya sebagai berikut:
1.      Membuat Jaringan Kerjasama dengan Institusi Pengawasan
Lembaga pengawasan seperti Itjen, BPK, BPKP merupakan aparat pengawasan yang secara teknis ahli dalam melakukan pemeriksaan (audit). Keahlian ini jarang dimiliki oleh para wakil rakyat yang mempunyai kewenangan konstitusional dalam bidang pengawasan. Oleh karena itu, DPRD dapat menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga ini untuk memberikan informasi seperti: laporan hasil pengawasan (Laporan Hasil Audit).
Selanjutnya DPRD menyampaikan kepada pemerintah daerah untuk menindaklanjuti hasil pengawasan tersebut.
2.      Peran Serta Pengawasan Masyarakat
Untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam pengawasan, DPRD dapat melakukan beberapa hal seperti:
a.      Membentuk komunitas atau forum pengawasan parlemen diberbagai kalangan dan tingkatan
b.  Mengadakan pertemuan-pertemuan rutin dengan komunitas atau forum-forum tersebut, untuk mendiskusikan berbagai persoalan dan berbagai informasi yang relevan dengan fungsi pengawasan
c.   Merancang Perda yang mengatur tentang transparansi dan partisipasi publik yang mendorong penyelenggaraan pemerintahan dilakukan secara transparan dan dengan partisipasi masyarakat
d.  Meningkatkan kerjasama dengan pihak terkait terutama media masa, organisasi profesioanl, LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), dan lembaga peradilan.
3.      Anggaran Berbasis Kinerja
Anggaran berbasis kinerja maksudnya adalah sistem penyusunan dan pengelolaan anggaran daerah yang berorientasi pada pencapaian hasil atau kinerja. Kinerja harus mencerminkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik, yang berarti berorientasi pada kepentingan publik (Mardiasmo, 2002:105)

DAFTAR PUSTAKA & REFERENSI

Buku:
Wasistiono, Sadu. 2009. Meningkatkan Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Fokus Media. Bandung.

Peraturan Perundang-undangan:
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan, dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah


Tidak ada komentar:

Posting Komentar