Selasa, 08 Januari 2013

Modernisasi Sistem Administrasi Perpajakan sebagai Strategi Peningkatan Kepatuhan dan Kesadaran Wajib Pajak


A.     Latar Belakang Masalah
Penerimaan pajak merupakan sumber utama pembiayaan pemerintah dan pembangunan. Saat ini sekitar 70% APBN Indonesia dibiayai dari penerimaan pajak. Penerimaan pajak semester I-2012 mencapai Rp 387,6 trilyun atau sekitar 45 persen dari target tahun 2012.
Salah satu penerimaan pajak yang cukup signifikan terhadap pendapatan Negara Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Menurut Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI, Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) naik hampir dua kali lipat dalam kurun waktu lima tahun terakhir, yaitu dari Rp 123 triliun pada tahun 2006 menjadi 232,2 triliun pada tahun 2010. Angka ini lebih kurang 30% dari total penerimaan Negara dari pajak. Untuk tahun 2011 penerimaan PPN mencapai 277,73 triliun, jika dibandingkan dengan penerimaan PPN tahun 2010, maka penerimaan PPN mengalami peningkatan, tetapi apabila dilihat dari perjenis pajaknya untuk tahun 2011, maka PPN memiliki pencapaian target paling rendah. Meskipun demikian, PPN mengalami kinerja pertumbuhan sebesar 20,45%, yang tergolong relatif baik.
Kurang tercapainya penerimaan PPN tidak lain disebabkan karena tingkat kepatuhan pelaku usaha dalam menyetor PPN masih rendah dan juga bahwa masih banyak transaksi yang tidak tercatat atau yang dikenal dengan ekonomi bawah tanah (Underground Economy), sehingga penerimaan PPN tidak mencapai target. Manurung (2002) menemukan bahwa sekitar 22% untuk setiap Kanwil Pajak terdapat Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang bukan pembayar pajak.
Peran serta Wajib Pajak dalam sistem pemungutan pajak sangat menentukan tercapainya target penerimaan pajak. Penerimaan pajak yang optimal dapat dilihat dari berimbangnya tingkat penerimaan pajak aktual dengan penerimaan pajak potensial atau tidak terjadi tax gap. Oleh karena itu, kepatuhan dan kesadaran Wajib Pajak merupakan faktor penting yang mempengaruhi realisasi penerimaan pajak.

Namun, berbagai kasus yang menyeret aparatur pajak dalam beberapa tahun terakhir telah menimbulkan skeptisisme wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.  Sementara di sisi lain, negara masih mengharapkan pajak sebagai sumber utama pendapatan. Tuntutan akan peningkatan penerimaan, peningkatan kesadaran dan kepatuhan wajib pajak serta perbaikan-perbaikan dan perubahan mendasar dalam segala aspek perpajakan menjadi alasan perlu dilakukannya reformasi perpajakan melalui modernisasi sistem administrasi perpajakan.
B.      Perumusan Masalah
Bagaimana Strategi Peningkatan Kepatuhan dan Kesadaran Wajib Pajak melalui modernisasi sistem administrasi perpajakan?
C.      Kerangka Teori
Pada hakekatnya kepatuhan dan kesadaran Wajib Pajak dipengaruhi oleh kondisi sistem administrasi perpajakan yang meliputi tax service dan tax enforcement. Langkah langkah perbaikan administrasi diharapkan dapat mendorong kepatuhan Wajib Pajak melalui dua cara yaitu pertama, Wajib Pajak patuh karena mendapatkan pelayanan yang baik, cepat, dan menyenangkan serta pajak yang mereka bayar akan bermanfaat bagi pembangunan bangsa. Kedua, Wajib Pajak akan patuh karena mereka berpikir bahwa mereka akan mendapat sanksi berat akibat pajak yang tidak mereka laporkan terdeteksi sistem informasi dan administrasi perpajakan (Surjoputro dan Widodo,2004).
Direktorat Jenderal Pajak sebagai lembaga yang berwenang menangani masalah perpajakan harus berbenah memberi pelayanan yang lebih baik kepada Wajib Pajak. Perbaikan pelayanan lewat program perubahan (Change Program), penegakan hukum dan pelaksanaan kode etik yang lebih baik harus diprioritaskan agar administrasi perpajakan dapat berjalan secara efektif dan efisien.
D.     Pembahasan
Tuntutan akan peningkatan penerimaan, peningkatan kepatuhan dan kesadaran wajib pajak serta perbaikan-perbaikan dan perubahan mendasar dalam segala aspek perpajakan menjadi alasan dilakukannya reformasi perpajakan. Reformasi perpajakan tersebut dapat berupa penyempurnaan terhadap kebijakan perpajakan dan sistem administrasi perpajakan sehingga bisa meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam mematuhi kewajiban perpajakannya, meningkatkan tanggung jawab aparatur pemerintah agar tidak melakukan kecurangan dan melayani masyarakat dengan sebaik-baiknya dan dapat meningkatkan potensi penerimaan pajak yang tersedia dapat dipungut secara optimal. Kalau ditinjau dari konsep produktivitas penerimaan pajak, jika organisasi ingin meningkatkan penerimaan pajaknya, maka organisasi harus respon terhadap perubahan yang terjadi (Generalis, 2000). Kegagalan merespon perubahan berarti melewatkan peluang atau malah menciptakan masalah. Oleh karena itu, reformasi (modernisasi) adalah hal yang tidak terhindarkan.
Konsep modernisasi administrasi perpajakan pada prinsipnya adalah merupakan perubahan pada sistem administrasi perpajakan yang dapat mengubah pola pikir dan perilaku aparat serta tata nilai organisasi sehingga dapat menjadikan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menjadi suatu institusi yang profesional dengan citra yang baik di masyarakat. Menurut Rahayu dan Lingga (2009), program reformasi administrasi perpajakan diwujudkan dalam penerapan sistem administrasi perpajakan modern yang memiliki ciri khusus antara lain struktur organisasi yang dirancang berdasarkan fungsi, tidak lagi menurut seksi-seksi berdasarkan jenis pajak, perbaikan pelayanan bagi setiap wajib pajak melalui pembentukan account representative dan compliant center untuk menampung keberatan Wajib Pajak. Sistem administrasi perpajakan modern juga mengikuti kemajuan teknologi dengan pelayanan yang berbasis e-system seperti e-SPT, e-Filing, e-Payment, dan e-Registration yang diharapkan meningkatkan mekanisme kontrol yang lebih efektif yang ditunjang dengan penerapan Kode Etik Pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang mengatur perilaku pegawai dalam melaksanakan tugas dan pelaksanaan good governance.
Semenjak tahun 2002, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah meluncurkan program perubahan (change program) atau reformasi administrasi perpajakan yang secara singkat biasa disebut Modernisasi. Adapun jiwa dari program modernisasi ini adalah pelaksanaan good governance, yaitu penerapan sistem administrasi perpajakan yang transparan dan akuntabel, dengan memanfaatkan sistem informasi teknologi yang handal dan terkini. Strategi yang ditempuh dalam adalah pemberian pelayanan prima sekaligus pengawasan intensif kepada para wajib pajak.
Administrasi perpajakan dituntut bersifat dinamis sebagai upaya peningkatan penerapan kebijakan perpajakan yang efektif. Kriteria fisibilitas administrasi menuntut agar sistem pajak baru meminimalisir biaya administrasi (administrative cost) dan biaya kepatuhan (compliance cost) serta menjadikan administrasi pajak sebagai bagian dari kebijakan pajak (Sofyan, 2005). Menurut Slemrod dan Blumenthal (1996) dalam studi mereka di Amerika Serikat besaran compliance cost yang harus dikeluarkan oleh wajib pajak relatif besar dibandingkan dengan penerimaan pajak oleh Internal Revenue Service (IRS). Mereka juga berpendapat bahwa besaran biaya kepatuhan ini dapat diminimalisir melalui penyederhanaan proses pajak meskipun masalah tersebut kadang-kadang tidak menjadi concern dalam penetapan tax policy. Wijayanti et al., (2004) menemukan bahwa modernisasi yang diharapkan meningkatkan akuntabilitas aparatur pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.
Beberapa karateristik modernisasi administrasi perpajakan adalah seluruh kegiatan administrasi dilaksanakan melalui sistem administrasi yang berbasis teknologi terkini, seluruh wajib pajak diwajibkan membayar melalui kantor penerimaan secara on-line, seluruh wajib pajak diwajibkan melaporkan kewajiban perpajakannya dengan menggunakan media komputer (e-SPT) dan monitoring kepatuhan wajib pajak dilaksanakan secara intensif.
Direktorat Jenderal Pajak sebagai organisasi pemerintah yang diberi wewenang untuk mengelola perpajakan menyadari sepenuhnya bahwa tanpa adanya improvisasi di bidang teknologi informasi, dinamika yang berkembang di masyarakat terutama dinamika bisnis tidak akan dapat diantisipasi (Prawirodidirdjo , 2007). Yang lebih penting lagi, pemanfaatan informasi tekhnologi secara maksimal akan mendukung program transparansi dan keterbukaan, di mana kemungkinan terjadinya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) termasuk di dalamnya penyalahgunaan kekuasaan dapat diminimalisir.
Dukungan teknologi informasi dapat mempercepat proses pelayanan dan pemeriksaan. Dengan pengembangan basis data dalam jaringan online memungkinkan kecepatan akses informasi dan pelayanan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) dan pembayaran pajak secara online yang menjadikan proses administrasinya menjadi jauh lebih sederhana.
E.      Kesimpulan
Tingkat kepatuhan dan kesadaran wajib pajak adalah suatu sikap dari wajib  pajak untuk melaksanakan semua kewajiban perpajakannya sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku tanpa perlu diadakan pemeriksaan, investigasi, peringatan ataupun ancaman dan penerapan sanksi, baik sanksi hukum maupun sanksi administrasi. Tingkat kepatuhan pengusaha kena pajak diukur dari:
1. Kepatuhan dan kesadaran untuk mendaftarkan diri sebagai wajib pajak,
2. Kepatuhan dan kesadaran dalam perhitungan dan pembayaran pajak terutang,
3. Kepatuhan dan kesadaran untuk melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT),
4. Kepatuhan dan kesadaran dalam pembayaran tunggakan pajak.
Modernisasi sistem administrasi perpajakan adalah proses dari penatausahaan dan pelayanan terhadap kewajiban-kewajiban dan hak-hak wajib pajak yang berdasarkan fungsi dan bukan jenis pajak, dengan adanya pemisahan fungsi antara fungsi pelayanan, pengawasan, pemeriksaan, keberatan dan pembinaan yang tersebar pada masing-masing seksi teknis. Serta dalam bidang teknologi informasi, diterapkan aplikasi elektronik SPT (e-SPT) untuk pelaporan SPT secara elektronik dan aplikasi On-Line Peyment untuk pembayaran pajak. Indikator pengukuran modernisasi sistem administrasi perpajakan ini meliputi: implementasi pelayanan, strategi organisasi dengan adanya perkembangan teknologi informasi, dan budaya organisasi.

F.       Daftar Pustaka dan Referensi
Agung, Mulyo. 2009. Perpajakan Indonesia Seri PPN, PPnBM, Dan PPh Badan: Teori Dan Aplikasi. Jakarta: Mitra Wacana Media
Amir, Hidayat dan Gunawan Setiyaji. 2005. Evaluasi Kinerja Sistem Perpajakan Indonesia . Jurnal Ekonomi Indonusa
Bawazier, Fuad. 2011. Reformasi Pajak di Indonesia. Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 8, No. 1: 1-12
Hanggana, Sri. 2008. Analisis Diskriptif Model Peraturan PPN yang Menghambat dan yang Meningkatkan Motivasi Pengusaha Menyetor PPN. Jurnal Studi Manajemen Competence. Vol. 2, No. 1: 1-22
Jatmiko, Nugroho Agus. 2006. Pengaruh Sikap Wajib Pajak pada Pelaksanaan Sanksi Denda, Pelayanan Fiskus dan Kesadaran Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Empiris Terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi di Kota Semarang). Tesis Program Studi Magister Akuntansi, Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro.
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.235/KMK.03/2003 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan No. 544/KMK.04/2000 tentang Kriteria Wajib Pajak Yang Dapat Diberikan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak
Pemerintah RI. 2007. Undang-Undang No. 28 tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang No. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Jakarta
Pemerintah RI. 2009. Undang-Undang No. 42 tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang No. 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Jakarta
Prawirodidirdjo, Suharto Arto. 2007. Analisis Pengaruh Perubahan Organisasi dan Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan dan Kinerja Pegawai Direktorat Jenderal Pajak (Penelitian pada Kantor Pelayanan Pajak Berbasis Administrasi Modern di Lingkungan Kantor Wilayah Jakarta Khusus. Tesis Magister Manajemen, Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro. Tidak dipublikasi
Rahayu, Sri. 2009. Pengaruh Modernisasi Sistem Administrasi Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan pada KPP Pratama Bandung. Jurnal Akuntansi. Vol. 1, No. 2: 119-138
Manurung, Romulus. 2002. Analisa Dampak Kajian Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 terhadap Penerimaan PPN Sektor Pertanian. Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 6 Nomor 4, Desember 2002: 71-85.
Sofyan, Taufan Marcus. 2005. Pengaruh Penerapan Sistem Administrasi Perpajakan Modern terhadap Kepatuhan Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar. Skripsi Sarjana Sekolah Tinggi Akuntansi Negara.
Susanto, Hari. 2011. Underground Economy. Jakarta: Baduose Media 22
Waluyo. 2007. Perpajakan Indonesia Edisi 7. Jakarta: Salemba Empat 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar