Premanisme, Percaloan, dan Pungutan Liar
di Kawasan Terminal Purwokerto dan Sekitarnya
(Studi Kegagalan Pembangunan Manusia)
2011
Oleh:
AZIZ KUSUMA AJI (F1B009098)
Sebagai negara yang menganut sistem welfare state (negara kesajahteraan), tentu
membawa konsekuensi bagi pemerintah dalam bertanggung jawab terhadap keberlangsungan
hidup rakyatnya, sebab sistem ini menempatkan pemerintah sebagai pihak yang
bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyatnya. Dengan kata lain, ajaran welfare state menghendaki negara dan
pemerintah berperan aktif dalam kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat,
sebagai langkah untuk mewujudkan kesejahteraan umum, disamping menjaga
ketertiban dan keamanan (Ridwan H.R, 2006).
Guna mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat perlu
dilakukan sebuah pembangunan yang terencana dengan matang. Pembangunan memiliki
arti sebagai suatu proses perubahan yang direncanakan untuk mencapai tujuan
yang lebih baik bagi masyarakat, dan dilakukan dengan norma-norma atau
nilai-nilai tertentu (Hariyono, 2010). Terdapat lima dimensi dalam pembangunan
seperti yang telah diungkapkan oleh Milton J. Esman (1991), diantaranya:
pertumbuhan ekonomi, keadilan atau pemerataan, kapasitas, memelihara jati diri,
dan pemberdayaan. Selain lima dimensi tersebut, dimensi lingkungan juga penting
untuk diperhatikan dalam proses pembangunan, sebab pembangunan yang kurang
memperhatikan faktor lingkungan dapat berakhir dengan situasi chaos.
Jika kita lihat kembali
konsep negara kesejahteraan, maka sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk
menjamin segala bentuk kehidupan dan aktivitas warganya.Termasuk masalah
tansportasi umum, sebab tidak ada satu pun segi kehidupan masyarakat yang tidak
mendapat campur tangan pemerintah.Oleh karenanya, menciptakan sarana
transportasi umum yang nyaman dan aman sudah menjadi kewajiban pemerintah.
Berbicara transportasi
umum di Indonesia, nampaknya kondisi nyaman dan aman masih belum bisa sepenuhnya
terwujud.Maraknya kasus premanisme dan pungutan liar (Pungli) merupakan
segelintir masalah yang selalu menghantui transportasi umum kita.Hal ini
disebabkan, belum mampunya pemerintah kita membangun atau lebih tepatnya
membina mental pihak-pihak yang terlibat secara langsung dalam praktek
transportasi (pembangunan nonfisik).
Dewasa ini, permasalahan yang dihadapi oleh
masyarakat semakin kompleks, dari segi sosial, ekonomi, hukum dan budaya dapat
kita jumpai banyak permasalahan yang harus di selesaikan oleh negara.Determinisme
ekonomi adalah faktor yang paling fundamental dalam menimbulkan banyak
permasalahan.
Walaupun
tidak semua permasalahan berasal dari ekonomi.Namun, kita tidak bisa menafikkan
bahwa ekonomi adalah faktor terbesar dalam menyumbangkan permasalahan-permasalahan
masyarakat di zaman modern sekarang.
Himpitan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar
hidup adalah harga mati untuk kelangsungan hidup masyarakat.Seperti yang di
ungkapkan oleh Abraham Maslow (1908-1970) seorang psikolog dalam teori hierakhi
kebutuhan, menyebutkan bahwa kebutuhan fisiologis (kebutuhan dasar) adalah
kebutuhan yang harus di penuhi terlebih dahulu.Sehingga, tidak jarang banyak
masyarakat yang melakukan aktivitas menyimpang demi memenuhi kebutuhannya
maupun menghidupi keluarganya.
Himpitan ekonomi itulah yang menyebabkan
aktivitas-aktivitas menyimpang yang dilakukan oleh masyarakat sekarang.Salah
satu aktivitas tersebut adalah premanisme dan pungutan liar yang akhir-akhir
ini kian marak terjadi.Kepolisian Republik Indonesia
sejak 28 Februari hingga 10 Maret 2012 telah menindak 2.990 orang yang terlibat
kasus premanisme, kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) Polri,
Irjen Pol Saud Usman Nasution, di Jakarta, Senin. Penindakan tersebut dilakukan
diantaranya oleh Polda Metro Jaya sebanyak 2.179 orang, Polda Lampung sebanyak
272 orang, Polda Jawa Timur (Jatim) sebanyak 150 orang dan Polda Jawa Tengah
(Jateng) 102 orang (kompas.com).
Maraknya
pungli terhadap transportasi umum, menjadi beban berat bagi para supir.Hal
berakibat kurangnya penghasilan mereka dan tidak jarang supir yang pada
akhirnya melakukan aktivitas yang disebut “kejar setoran” untuk mencukupi
setoran yang harus diberikan kepada pemilik kendaraan. Sehingga para supir
cenderung ugal-ugalan ketika mengendarai kendaraan, dan akibatnya
keselamatan penumpang yang jadi
taruhannya.
Data
Polri menunjukan selama awal tahun 2012 telah terjadi 9.884 kecelakaan.
Menurut Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Saud Usman Nasution,
kecelakaan juga melibatkan 1.357 mobil berpenumpang, 207 unit bus, dan 443
mobil barang. Polri juga mencatat, kecelakaan menyebabkan 1.547 orang meninggal
dunia, 2.562 luka berat, dan 7.564 orang luka ringan.
Jumlah
kecelakaan lalu lintas pada 2011 sebanyak 106.129. Jumlah ini meningkat 1,24
persen dibandingkan tahun sebelumnya. Jumlah korban meninggal dunia dari
kecelakaan itu mencapai 30.629 orang.Sementara 35.787 orang terluka berat dan
107.281 orang luka ringan (jurnal nasional.com).
Menurut hasil
penelitian yang dilakukan oleh Himpunan Pengusaha Indonesia (Hipmi) Research
Center angka kecelakaan transportasi darat khususnya pada armada bus dan
angkutan umum lainnya adalah karena makin banyaknya pos-pos pungutan liar hal
ini jelas memberatkan pengusaha transportasi.
Jumlah yang digelontorkan untuk pungutan
liar mencapai 25 persen dari pendapatan mereka (supir).Pungutan liar ini mulai
dilakukan oleh aparat, preman, hingga ormas.Nilai pungutan liar setiap tahunnya
mencapai 25 Triliun, biaya pungli yang sangat besar mengakibatkan para pemilik
armada tidak bisa melakukan perawatan yang maksimal terhadap
kendaraan-kendaraan yang mereka miliki (tempo.com).
Aktivitas Premanisme dan Pungutan Liar (Pungli) di
Purwokerto
Dari beberapa diskursus
yang telah di paparkan, premanisme dan praktek pungli dalam angkutan umum menjadi
daya tarik tersendiri untuk kami teliti di Purwokerto.Kami mengunakan teknik
observasi lapangan untuk melihat fenomena tersebut.Tempat kami melakukan
pengamatan diawali dari terminal Purwokerto sampai ke perempatan Tanjung, Purwokerto.Kami
juga akan melampirkan foto dan video dari hasil pengamatan.
Dari pengamatan kami kawasan
Terminal Purwokerto dan sekitarnya merupakan kawasan yang tergolong banyak
terdapat kelompok-kelompok orang yang bisa disebut preman, maupun calo yang
mereka sering melakukan aksi pungutan liar kepada angkutan umum, dan percaloan
kepada penumpang. Khusus di Terminal banyak sekali
preman-preman yang mangkal untuk mendapatkan uang dari hasil menjaga lingkungan
dan menjadi calo dari bus yang akan berangkat. Ketika kami baru memasuki
kawasan ruang tunggu dalam terminal saja, kami langsung didatangi banyak calo
yang agak memaksa, ketika kami hanya diam mereka kemudian mengeluarkan
kata-kata yang kurang sopan.Yang ada di pikiran kami adalah apakah aturan-aturan
di Terminal melegalkan aktivitas seperti ini?
Maka, kami bergerak ke
pos polisi yang berada dalam lingkungan terminal dan ternyata terdapat seorang
polisi yang dapat kami wawancarai.Polisi tersebut sangat ramah dan respek.Namun,
polisi tersebut tidak ingin di rekam karena beralasan harus meminta izin kepada
atasannya terlebih dahulu, dan kebetulan atasannya tersebut sedang tidak
bertugas.Akhirnya kami mencoba berdialog tanpa merekam.
Hasil dari wawancara
kami dengan personil polisi tersebut adalah
1. Pihak
keamanan (Kepolisian) yang bertugas di lingkungan terminal tidak mentoleril
segala aktivitas yang dapat mengganggu keamanan dan kenyamanan pengunjung dan
calon penumpang.
2. Untuk
menjamin keamanan dan kenyaman penumpang, pihak keamanan sering melakukan razia
terhadap pedagang asongan, pengamen dan juga preman. Dan mereka yang terjaring
razia akan dibina, kemudian membuat surat pernyataan untuk tidak melakukan
kegiatan tersebut kembali.
3. Ternyata
calo yang ada di terminal Purwokerto dilegalkan, hal ini bisa dilihat dengan
adanya tanda pengenal. Namun ada juga calo yang illegal.
Awalnya
personel polisi tersebut tidak mengakui keberadaan preman di terminal
Purwokerto.Namun ketika kami terus mendesak dengan berbagai pertanyaan dan juga
data (foto dan video) yang berhasil kami himpun, akhirnya personel polisi
tersebut mengakui adanya preman dengan menjawab “ya kalau preman sih di mana
aja ada mas, tapi kalau di sini kami selalu berusaha untuk menertibkan, ya
kalau mereka tetap ada mereka itu preman yang bandel.”
Selanjutnya
ketika menanyakan keberadaan calo yang cukup meresahkan pengunjung terminal,
polisi tersebut menjawab “kalau memang ada calo yang kurang sopan, pengunjung
silahkan melapor kepada kami, nanti kami yang akan menindak mereka”.Tapi
persoalannya tidak semua pengunjung mau melapor, dan juga banyak pengunjung
yang bingung mau melapor ke mana, Karena mereka tidak tahu keberadaan pos
polisi.
Memang pihak keamanan
(polisi) tugasnya mengamankan keadaan di
daerah sekitar terminal, namun polisi juga tidak mengontrol, karena polisi baru
bekerja ketika terdapat keluhan dari masyarakat, singkatnya ketika masyarakat
melapor kepada polisi akan keresahan terhadap preman atau calo baru polisi akan
menegur mereka. Kemudian lingkup penjagaan yang dilakukan oleh polisi juga
hanya didalam terminal saja, polisi tidak mengontrol daerah luar terminal
dimana sebenarnya banyak sekali preman atau calo disana yang menunggu penumpang
yang ingin naik bus.
Angkutan umum yang sering dimintai pungutan oleh
preman dan calo adalah angkutan umum berjenis bus besar kapasitas 60 orang dan
bus sedang kapasitas 40 orang, maupun minibus. Bus ini yang tergolong bus
ekonomi biasa/ non ac maupun bus ekonomi ac. Dan beroperasi antar kota dalam
provinsi maupun antar provinsi.Bus yang beroperasi harus menegeluarkan biaya
yang tidak sedikit ketika preman dan calo melakukan aksi pungutan saat
menaikkan penumpang.Biaya yang dikeluarkan untuk pungutan-pungutan itu mencapai
kisaran ratusan ribu. Karena setiap penumpang yang dinaikkan ke bus tersebut
oleh para preman dan calo di hargai Rp1000 per orang. Dan ketika bus sedang
beroperasi, bisa mengangkut penumpang yang dinaikkan oleh para preman dan calo
sebanyak ratusan penumpang per hari.Jadi, ratusan ribu yang dikeluarkan oleh
bus per hari untuk membayar pungutan para preman dan calo benar-benar
merugikan.
Apabila aksi-aksi premanisme dan percaloan dibiarkan
semakin lama, tidak ada penertiban dari pihak yang berwenang, tentu saja bisa
bisa berdampak pada penaikan harga angkutan umum bus oleh pihak pengelola bus.
Atau juga supir bus akan menyetir ugal-ugalan demi mengejar setoran. Tentu saja
yang akan rugi pada akhirnya masyarakat juga.
Kesimpulan
Menciptakan kondisi
angkutan umum yang aman dan nyaman merupakan kewajiban bagi pemerintah.Namun
untuk saat ini, nampaknya kondisi tersebut masih belum bisa dirasakan oleh
mereka para pengguna jasa angkutan umum.Maraknya aksi premanisme dan pungutan
liar menjadi salah satu penyebab ketidaknyamanan dan amannya angkutan umum di
negara ini.
Masalah ekonomi dan
mental menjadi faktor maraknya aksi premanisme dan pungutan liar. Hal ini senada dengan teori
hierarki kebutuhan dari Maslow yang menyatakan bahwa kebutuhan dasar manusia
menjadi kebutuhan yang harus terpenuhi terlebih dahulu. Logikanya, ketika
manusia tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya dan kondisi ini didukung dengan
faktor mental yang lemah, tentu saja individu tersebut akan menghalalkan segala
cara untuk memenuhi kebutuhannya tersebut.
Adanya kasus premanisme,
percaloan, dan pungutan liar menunjukan belum melembaganya pembangunan di
negeri ini.Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya program pengentasan
kemiskinan yang kurang inovatif dan tidak begitu berdampak bagi seluruh
masyarakat.Selain itu pembangunan juga kurang memperhatikan faktor nilai dan
lingkungan dalam hal ini berkaitan dengan mental manusia.Yang dikejar dari
pembangunan hanyalah kemajuan yang bersifat fisik semata, tanpa memperhatiakan
faktor mental manusianya.
Sejatinya masalah
premanisme dan pungutan liar selain karena kegagalan pemerintah dalam mengatasi
masalah kemiskinan, juga mencerminkan kegagalan pembangunan manusia.Paradigm
pembangunan manusia sebenarnya diarahkan pada upaya mewujudkan keadilan,
pemerataan dan peningkatan budaya, kedamaian serta pembangunan yang berpusat
pada manusia (people centered
development) dan berorientasi pada pemberdayaan masyarakat (public
empowerment) agar dapat menjadi aktor pembangunan sehingga dapat
menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, kemandirian, etos kerja.
Paradigma pembangunan manusia juga lebih mengahkan kepada membangun
mentalitas manusia agar dapat tercapainya segala aspek pembangunan.Kesiapan
mental adalah salah satu kunci suksesnya semua agenda pembangunan yang
dicanangkan.
Sebaliknya,
ketidaksiapan mental merupakan alasan terbesar gagalnya berbagai program
pembanguan yang dijalankan.Sejauh ini, faktanya pembangunan fisik lebih
digalakkan daripada pembangunan mental.
Sehingga untuk mengatasi
masalah premanisme, percaloan, serta pungutan liar dalam angkutan umum kita
diperlukan pelembagaan pembangunan, yaitu dibutuhkan pembangunan yang berdampak pada pengentasan
kemiskinan dan juga pembanguan yang bersifat membina mental masyarakat. Hal ini
sejalan dengan apa yang dikatakan Helmi Umam, bahwa inti dari pembangunan,
yaitu:
1. Sustenance,
artinya pembanguanan harus mampu meningkatkan kemampuan setiap manusia untuk
memenuhi kemampuan dasarnya.
2. Self-esteem,
artinya pembangunan harus memberikan penghargaan diri dan menempatkan manusia sebagai
manusia, serta manusia tidak digunakan sebagai alat.
3. Freedom
from servitude, artinya pembanguanan harus membebaskan manusia dari
hambatan,kebodohan dan ketergantuan akan alam. Dengan kata lain perlu adanya
pemberdayaan.
Daftar
Pustaka:
Jurnal nasional.com
Koentjaranigrat,
2004. Kebudayaan Mentalitas dan
Pembangunan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar