Rabu, 01 Oktober 2014

Pelembagaan Pembangunan

Premanisme, Percaloan, dan Pungutan Liar
di Kawasan Terminal Purwokerto dan Sekitarnya
(Studi Kegagalan Pembangunan Manusia)
2011

Oleh:
AZIZ KUSUMA AJI (F1B009098)

Sebagai negara yang menganut sistem welfare state (negara kesajahteraan), tentu membawa konsekuensi bagi pemerintah dalam bertanggung jawab terhadap keberlangsungan hidup rakyatnya, sebab sistem ini menempatkan pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyatnya. Dengan kata lain, ajaran welfare state menghendaki negara dan pemerintah berperan aktif dalam kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat, sebagai langkah untuk mewujudkan kesejahteraan umum, disamping menjaga ketertiban dan keamanan (Ridwan H.R, 2006).
Guna mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat perlu dilakukan sebuah pembangunan yang terencana dengan matang. Pembangunan memiliki arti sebagai suatu proses perubahan yang direncanakan untuk mencapai tujuan yang lebih baik bagi masyarakat, dan dilakukan dengan norma-norma atau nilai-nilai tertentu (Hariyono, 2010). Terdapat lima dimensi dalam pembangunan seperti yang telah diungkapkan oleh Milton J. Esman (1991), diantaranya: pertumbuhan ekonomi, keadilan atau pemerataan, kapasitas, memelihara jati diri, dan pemberdayaan. Selain lima dimensi tersebut, dimensi lingkungan juga penting untuk diperhatikan dalam proses pembangunan, sebab pembangunan yang kurang memperhatikan faktor lingkungan dapat berakhir dengan situasi chaos.
Jika kita lihat kembali konsep negara kesejahteraan, maka sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk menjamin segala bentuk kehidupan dan aktivitas warganya.Termasuk masalah tansportasi umum, sebab tidak ada satu pun segi kehidupan masyarakat yang tidak mendapat campur tangan pemerintah.Oleh karenanya, menciptakan sarana transportasi umum yang nyaman dan aman sudah menjadi kewajiban pemerintah.
Berbicara transportasi umum di Indonesia, nampaknya kondisi nyaman dan aman masih belum bisa sepenuhnya terwujud.Maraknya kasus premanisme dan pungutan liar (Pungli) merupakan segelintir masalah yang selalu menghantui transportasi umum kita.Hal ini disebabkan, belum mampunya pemerintah kita membangun atau lebih tepatnya membina mental pihak-pihak yang terlibat secara langsung dalam praktek transportasi (pembangunan nonfisik).
Dewasa ini, permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat semakin kompleks, dari segi sosial, ekonomi, hukum dan budaya dapat kita jumpai banyak permasalahan yang harus di selesaikan oleh negara.Determinisme ekonomi adalah faktor yang paling fundamental dalam menimbulkan banyak permasalahan.
Walaupun tidak semua permasalahan berasal dari ekonomi.Namun, kita tidak bisa menafikkan bahwa ekonomi adalah faktor terbesar dalam menyumbangkan permasalahan-permasalahan masyarakat di zaman modern sekarang.
Himpitan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup adalah harga mati untuk kelangsungan hidup masyarakat.Seperti yang di ungkapkan oleh Abraham Maslow (1908-1970) seorang psikolog dalam teori hierakhi kebutuhan, menyebutkan bahwa kebutuhan fisiologis (kebutuhan dasar) adalah kebutuhan yang harus di penuhi terlebih dahulu.Sehingga, tidak jarang banyak masyarakat yang melakukan aktivitas menyimpang demi memenuhi kebutuhannya maupun menghidupi keluarganya.
Himpitan ekonomi itulah yang menyebabkan aktivitas-aktivitas menyimpang yang dilakukan oleh masyarakat sekarang.Salah satu aktivitas tersebut adalah premanisme dan pungutan liar yang akhir-akhir ini kian marak terjadi.Kepolisian Republik Indonesia sejak 28 Februari hingga 10 Maret 2012 telah menindak 2.990 orang yang terlibat kasus premanisme, kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) Polri, Irjen Pol Saud Usman Nasution, di Jakarta, Senin. Penindakan tersebut dilakukan diantaranya oleh Polda Metro Jaya sebanyak 2.179 orang, Polda Lampung sebanyak 272 orang, Polda Jawa Timur (Jatim) sebanyak 150 orang dan Polda Jawa Tengah (Jateng) 102 orang (kompas.com).
Maraknya pungli terhadap transportasi umum, menjadi beban berat bagi para supir.Hal berakibat kurangnya penghasilan mereka dan tidak jarang supir yang pada akhirnya melakukan aktivitas yang disebut “kejar setoran” untuk mencukupi setoran yang harus diberikan kepada pemilik kendaraan. Sehingga para supir cenderung ugal-ugalan ketika mengendarai kendaraan, dan akibatnya keselamatan  penumpang yang jadi taruhannya.
Data  Polri menunjukan selama awal tahun 2012 telah terjadi 9.884 kecelakaan. Menurut Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Saud Usman Nasution, kecelakaan juga melibatkan 1.357 mobil berpenumpang, 207 unit bus, dan 443 mobil barang. Polri juga mencatat, kecelakaan menyebabkan 1.547 orang meninggal dunia, 2.562 luka berat, dan 7.564 orang luka ringan.
Jumlah kecelakaan lalu lintas pada 2011 sebanyak 106.129. Jumlah ini meningkat 1,24 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Jumlah korban meninggal dunia dari kecelakaan itu mencapai 30.629 orang.Sementara 35.787 orang terluka berat dan 107.281 orang luka ringan (jurnal nasional.com).
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Himpunan Pengusaha Indonesia (Hipmi) Research Center angka kecelakaan transportasi darat khususnya pada armada bus dan angkutan umum lainnya adalah karena makin banyaknya pos-pos pungutan liar hal ini jelas memberatkan pengusaha transportasi.
Jumlah yang digelontorkan untuk pungutan liar mencapai 25 persen dari pendapatan mereka (supir).Pungutan liar ini mulai dilakukan oleh aparat, preman, hingga ormas.Nilai pungutan liar setiap tahunnya mencapai 25 Triliun, biaya pungli yang sangat besar mengakibatkan para pemilik armada tidak bisa melakukan perawatan yang maksimal terhadap kendaraan-kendaraan yang mereka miliki (tempo.com).

Aktivitas Premanisme dan Pungutan Liar (Pungli) di Purwokerto
Dari beberapa diskursus yang telah di paparkan, premanisme dan praktek pungli dalam angkutan umum menjadi daya tarik tersendiri untuk kami teliti di Purwokerto.Kami mengunakan teknik observasi lapangan untuk melihat fenomena tersebut.Tempat kami melakukan pengamatan diawali dari terminal Purwokerto sampai ke perempatan Tanjung, Purwokerto.Kami juga akan melampirkan foto dan video dari hasil pengamatan.
Dari pengamatan kami kawasan Terminal Purwokerto dan sekitarnya merupakan kawasan yang tergolong banyak terdapat kelompok-kelompok orang yang bisa disebut preman, maupun calo yang mereka sering melakukan aksi pungutan liar kepada angkutan umum, dan percaloan kepada penumpang. Khusus di Terminal banyak sekali preman-preman yang mangkal untuk mendapatkan uang dari hasil menjaga lingkungan dan menjadi calo dari bus yang akan berangkat. Ketika kami baru memasuki kawasan ruang tunggu dalam terminal saja, kami langsung didatangi banyak calo yang agak memaksa, ketika kami hanya diam mereka kemudian mengeluarkan kata-kata yang kurang sopan.Yang ada di pikiran kami adalah apakah aturan-aturan di Terminal melegalkan aktivitas seperti ini?
Maka, kami bergerak ke pos polisi yang berada dalam lingkungan terminal dan ternyata terdapat seorang polisi yang dapat kami wawancarai.Polisi tersebut sangat ramah dan respek.Namun, polisi tersebut tidak ingin di rekam karena beralasan harus meminta izin kepada atasannya terlebih dahulu, dan kebetulan atasannya tersebut sedang tidak bertugas.Akhirnya kami mencoba berdialog tanpa merekam.
Hasil dari wawancara kami dengan personil polisi tersebut adalah
1. Pihak keamanan (Kepolisian) yang bertugas di lingkungan terminal tidak mentoleril segala aktivitas yang dapat mengganggu keamanan dan kenyamanan pengunjung dan calon penumpang.
2. Untuk menjamin keamanan dan kenyaman penumpang, pihak keamanan sering melakukan razia terhadap pedagang asongan, pengamen dan juga preman. Dan mereka yang terjaring razia akan dibina, kemudian membuat surat pernyataan untuk tidak melakukan kegiatan tersebut kembali.
3. Ternyata calo yang ada di terminal Purwokerto dilegalkan, hal ini bisa dilihat dengan adanya tanda pengenal. Namun ada juga calo yang illegal.
Awalnya personel polisi tersebut tidak mengakui keberadaan preman di terminal Purwokerto.Namun ketika kami terus mendesak dengan berbagai pertanyaan dan juga data (foto dan video) yang berhasil kami himpun, akhirnya personel polisi tersebut mengakui adanya preman dengan menjawab “ya kalau preman sih di mana aja ada mas, tapi kalau di sini kami selalu berusaha untuk menertibkan, ya kalau mereka tetap ada mereka itu preman yang bandel.”
Selanjutnya ketika menanyakan keberadaan calo yang cukup meresahkan pengunjung terminal, polisi tersebut menjawab “kalau memang ada calo yang kurang sopan, pengunjung silahkan melapor kepada kami, nanti kami yang akan menindak mereka”.Tapi persoalannya tidak semua pengunjung mau melapor, dan juga banyak pengunjung yang bingung mau melapor ke mana, Karena mereka tidak tahu keberadaan pos polisi.
Memang pihak keamanan (polisi)  tugasnya mengamankan keadaan di daerah sekitar terminal, namun polisi juga tidak mengontrol, karena polisi baru bekerja ketika terdapat keluhan dari masyarakat, singkatnya ketika masyarakat melapor kepada polisi akan keresahan terhadap preman atau calo baru polisi akan menegur mereka. Kemudian lingkup penjagaan yang dilakukan oleh polisi juga hanya didalam terminal saja, polisi tidak mengontrol daerah luar terminal dimana sebenarnya banyak sekali preman atau calo disana yang menunggu penumpang yang ingin naik bus.
Angkutan umum yang sering dimintai pungutan oleh preman dan calo adalah angkutan umum berjenis bus besar kapasitas 60 orang dan bus sedang kapasitas 40 orang, maupun minibus. Bus ini yang tergolong bus ekonomi biasa/ non ac maupun bus ekonomi ac. Dan beroperasi antar kota dalam provinsi maupun antar provinsi.Bus yang beroperasi harus menegeluarkan biaya yang tidak sedikit ketika preman dan calo melakukan aksi pungutan saat menaikkan penumpang.Biaya yang dikeluarkan untuk pungutan-pungutan itu mencapai kisaran ratusan ribu. Karena setiap penumpang yang dinaikkan ke bus tersebut oleh para preman dan calo di hargai Rp1000 per orang. Dan ketika bus sedang beroperasi, bisa mengangkut penumpang yang dinaikkan oleh para preman dan calo sebanyak ratusan penumpang per hari.Jadi, ratusan ribu yang dikeluarkan oleh bus per hari untuk membayar pungutan para preman dan calo benar-benar merugikan.
Apabila aksi-aksi premanisme dan percaloan dibiarkan semakin lama, tidak ada penertiban dari pihak yang berwenang, tentu saja bisa bisa berdampak pada penaikan harga angkutan umum bus oleh pihak pengelola bus. Atau juga supir bus akan menyetir ugal-ugalan demi mengejar setoran. Tentu saja yang akan rugi pada akhirnya masyarakat juga.

Kesimpulan
Menciptakan kondisi angkutan umum yang aman dan nyaman merupakan kewajiban bagi pemerintah.Namun untuk saat ini, nampaknya kondisi tersebut masih belum bisa dirasakan oleh mereka para pengguna jasa angkutan umum.Maraknya aksi premanisme dan pungutan liar menjadi salah satu penyebab ketidaknyamanan dan amannya angkutan umum di negara ini.
Masalah ekonomi dan mental menjadi faktor maraknya aksi premanisme dan  pungutan liar. Hal ini senada dengan teori hierarki kebutuhan dari Maslow yang menyatakan bahwa kebutuhan dasar manusia menjadi kebutuhan yang harus terpenuhi terlebih dahulu. Logikanya, ketika manusia tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya dan kondisi ini didukung dengan faktor mental yang lemah, tentu saja individu tersebut akan menghalalkan segala cara untuk memenuhi kebutuhannya tersebut.
Adanya kasus premanisme, percaloan, dan pungutan liar menunjukan belum melembaganya pembangunan di negeri ini.Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya program pengentasan kemiskinan yang kurang inovatif dan tidak begitu berdampak bagi seluruh masyarakat.Selain itu pembangunan juga kurang memperhatikan faktor nilai dan lingkungan dalam hal ini berkaitan dengan mental manusia.Yang dikejar dari pembangunan hanyalah kemajuan yang bersifat fisik semata, tanpa memperhatiakan faktor mental manusianya.
Sejatinya masalah premanisme dan pungutan liar selain karena kegagalan pemerintah dalam mengatasi masalah kemiskinan, juga mencerminkan kegagalan pembangunan manusia.Paradigm pembangunan manusia sebenarnya diarahkan pada upaya mewujudkan keadilan, pemerataan dan peningkatan budaya, kedamaian serta pembangunan yang berpusat pada manusia (people centered development) dan berorientasi pada pemberdayaan masyarakat (public empowerment) agar dapat menjadi aktor pembangunan sehingga dapat menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, kemandirian, etos kerja.
Paradigma pembangunan manusia juga lebih mengahkan kepada membangun mentalitas manusia agar dapat tercapainya segala aspek pembangunan.Kesiapan mental adalah salah satu kunci suksesnya semua agenda pembangunan yang dicanangkan.
Sebaliknya, ketidaksiapan mental merupakan alasan terbesar gagalnya berbagai program pembanguan yang dijalankan.Sejauh ini, faktanya pembangunan fisik lebih digalakkan daripada pembangunan mental.
Sehingga untuk mengatasi masalah premanisme, percaloan, serta pungutan liar dalam angkutan umum kita diperlukan pelembagaan pembangunan, yaitu dibutuhkan  pembangunan yang berdampak pada pengentasan kemiskinan dan juga pembanguan yang bersifat membina mental masyarakat. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan Helmi Umam, bahwa inti dari pembangunan, yaitu:
1. Sustenance, artinya pembanguanan harus mampu meningkatkan kemampuan setiap manusia untuk memenuhi kemampuan dasarnya.
2.  Self-esteem, artinya pembangunan harus memberikan penghargaan diri dan menempatkan manusia sebagai manusia, serta manusia tidak digunakan sebagai alat.
3. Freedom from servitude, artinya pembanguanan harus membebaskan manusia dari hambatan,kebodohan dan ketergantuan akan alam. Dengan kata lain perlu adanya pemberdayaan.


Daftar Pustaka:
Jurnal nasional.com
Koentjaranigrat, 2004. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar